IMPLEMENTASI JUAL BELI MURABAHAH DALAM
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
A. PENDAHULUAN
Menghadapi dunia global pada
sekarang ini, dimana kebutuhan hidup manusia semakin bervariatif, dunia sudah dipenuhi dengan mahirnya
teknologi. dimulai dari keinginan untuk memiliki kebutuhan pokok sehari-hari
sampai dengan kebutuhan yang sifatnya tidak mendesak. Di indonesia perkembangan
lembaga keuangan syariah merupakan suatu perwujudan baru atas permintaan
masyarakat yang membutuhkan siatem ekonomi alternatif yang menyediakan jasa
perbankan yang sehat dan mememnuhi prinsip prinsip syariah. Untuk itu, Akad murabahah
hadir sebagai alternatif positif bagi masyarakat. Dalam bank syariah atau pun
lembaga keuangan syariah tidak bersedia memanfaatkan jasa-jasa bank
konvensional yang memiliki prinsip sistem bunga karena dianggap merupakan
pelanggaran terhadap syariah agama. Untuk itu dalam makalah ini dibahas secara
terperinci bagaimana konsep murabahah dan implementasinya dalam lembaga
keuangan syariah. Agar masyarakat atau pun pembaca akan sedikit memahami
tentang implementasi murabahan dalam lembaga keuangan syariah yang lebih
mengaju ada sistem perbankan syariah.
B. APLIKASI
MURABAHAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Berdagang adalah seni.
Modal yang sebenarnya adalah kejujuran dan keadilan dalam transaksi.
Afzalurrahman dalam "Muhammad as a Trader" menulis bahwa kunci sukses
berdagang Nabi terletak pada sikap jujur dan adil dalam mengadakan hubungan
dagang dengan para pelanggan.[1] Murabahah merupakan salah
satu jenis jual beli. Kata jual beli dipakai beriringan dengan kata riba,
sebagaimana terdapat dalam ayat Al Quran
yang dijadikan dasar hukum bagi akad jual beli yang populer ialah :
“Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba” (QS Al Baqarah 275).
Dalam fiqh muamalah terdapat banyak macam akad jual beli. Jenis
jenis jual beli salah satunya yaitu Murabahah, yaitu jual beli barang dengan
margin keuntungan yang disepakati dengan memberi tahu harga pokok dan
keuntungannya sebagai tambahan. Murabahah dalam konteks lembaga keuangan
syariah adalah akad jual beli antara lembaga keuangan dengan nasabah atas suatu
jenis barang tertentu dengan harga yang telah disepakati bersama.lembaga
keuangan akan akan mengadakan barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada
nasabah dengan harga setelah ditambah keuntungan yang telah disepakati. Ibnu
Qudamah mendefinisikan murabahah sebagai jual beli dengan menghitung modal
ditambah keuntungan tertentu yang diketahui. Dapat disimpulkan, murabahah
merupakan salah satu bentuk jual beli amanah berdasarkan pada penetapan harga,
yaitu bentuk pertukaran obyek jual dengan harga yang merupakan jumlah harga
perolehan ditambah laba tertentu.[2]
Berkaitan dengan akad jual
beli tersebut maka untuk memastikan keseriusan nasabah untuk membeli barang
yang ada didepan nya maka lembaga keuangan meminta atau mensyaratkan kepada
nasabah atau pembeli untuk membayar uang muka . setelah uang muka dibayarkan,
maka nasabah membayar sisanya berangsur denganjangka waktu dan jumlah yang
telah disepakati dan ditetapkan bersama. Dalam hala ini jumlah anagsuran dan
jangka waktu disesuaikan dengan kemampuan asabah atau pembeli. Apabiala nasabah
telat dalam membayar angsuran, maka lembaga keuangan tidak diperkenankan
mengambil denda dari nasabah.
Jual beli Murabahah dalam
praktik nya dilembaga keuangan syariah biasanya disertai dengan akad wakalah.
Wakalah adalah Pemberian untuk melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan waktu
tertentu. Penerima kuasa mendapat imbalan yang ditentukan dan disepakati
bersama. Akad wakalah adalah perwakilan
antara dua pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak
kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama. Wakalah juga diterapkan untuk
mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.[3]
Wakalah dimana setelah nasabah menjadi
wakil dari lembaga keuangan untuk mencari
dan membeli barang yang sesuai denagn
spesifikasi yang diajukan nasabah.
Murabahah dalam praktik
lembaga keuangan syariah, prinsipnya didasarkan pada dua elemen pokok harga
beli serta biaya yang terkait dan kesepakan atas laba yang diperoleh oleh
lembaga. Ciri dasar akad murabahah dalam lembaga keungan syariah adalah sebagai
berikut:
1.
Pembeli
harus mengetahui tentang biaya biaya terkait dengan harga asli barang . batas
laba harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari harga total ditambah dengan
biaya biayanya.
2.
Apa
yang dijual adalah barang yang dibayar dengan uang.
3.
Barang
yang diperjual belikan harus ada dan dimiliki oleh penjual, dan penjual harus
mampu menyerahkan barang tersebut kepada pembeli.
4.
Pembayaran
ditangguhkan, artinya dalam hal ini pembeli hanya membayar uang muka yang besar
dan nominalnya sudah ditentukan dan telah disepakati bersama antara nasabah
dengn lembaga keuangan.
Pembayaran Murabahah Salah
satu bentuk jual beli yang populer adalah jual beli tangguh, yaitu jual beli
dengan barang diterima pada saat akad dan pembayaran menyusul sesuai
kesepakatan. Dalam jual beli tangguh, apabila kesepakatan telah terjadi,
penjual menyerahkan barang kepada pembeli untuk kemudian pembeli membayar barang
tersebut dalam jangka waktu yang telah disepakati.[4]
Pada awalnya, jual beli
secara murabahah biasa dilakukan secara kontan, di mana serah terima barang dan
harga dilakukan pada saat akad. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, ada
yang melakukan jual beli murabahah dengan pembayaran tangguh. Dalam hal ini,
biasanya pembeli menginginkan untuk mendapatkan suatu barang akan tetapi tidak
memiliki alat tukar yang cukup untuk membeli barang tersebut sehingga dia
meminta pihak lain untuk menjual kepadanya secara tangguh. Jual beli semacam
ini diperbolehkan walaupun penjual sedikit menaikkan harga dari pasaran dengan
pertimbangan kemungkinan adanya perubahan nilai barang di kemudian hari
(sebagai antisipasi kerugian). Bentuk jual beli ini diperbolehkan dan bukan
termasuk riba. Adapun jual beli sejenis yang digolongkan riba adalah ketika
seorang penjual menawarkan barang dagangannya dengan harga sekian jika dibayar
secara tangguh dan harga sekian jika dibayar secara kontan.
Jual beli angsur merupakan
salah satu bentuk jual beli yang merupakan turunan dari jual beli tangguh dan
popular pada masa sekarang. Yaitu pembeli membeli barang dengan membayar uang
muka dan sisanya dibayar secara angsur selama beberapa masa yang disepakati.
Bentuk jual beli ini dapat menjadi halal dan dapat pula menjadi haram.
Ketentuan halal dan haram hukum jual beli semacam ini sangat tergantung dalam
beberapa hal seperti kejujuran dalam memberikan spesifikasi barang, pemberian
syarat, serta penghitungan harga.
Berikut ini beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan jual beli tangguh atau angsur, yaitu.
1.
Disyaratkan
kepastian jumlah angsuran dan jangka waktu pembayaran untuk menghindari pertikaian
dan rusaknya akad.
2.
Apabila
pembeli terlambat membayar angsuran pembayaran, penjual tidak boleh menaikkan
harga atau menambah nilai pembayaran dari yang telah disepakati.
3.
Penjual
boleh mensyaratkan waktu tertentu sebagai tempo pembayaran dan berhak mengambil
keseluruhan harga apabila pembeli tidak menepatinya.
4.
Penjual
tidak boleh menahan barang selama angsuran belum dilunasi akan tetapi harus
menyerahkannya pada saat akad.
5.
Apabila
barang telah diterima oleh pembeli dalam keadaan baik dan rusak di tangan
pembeli, maka pembeli tidak berhak mengembalikannya kepada penjual dan tetap
berkewajiban membayar harga yang telah disepakati.[5]
Demikian konsep murabahah
berdasarkan literatur fikih Islam klasik berikut hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan murabahah di mana prinsip kehati-hatian dalam
pengadaan barang, penentuan harga, serta akad sangat diperlukan demi
menghindari riba yang dilarang berdasarkan syari’ah Islam.
C. MURABAHAH
SEBAGAI PRODUK PEMBIAYAAN BANK SYARIAH
Murabahah pada awalnya
tidak memiliki keterkaitan dengan pembiayaan karena murabahah dalam wacana
Islam klasik adalah bentuk jual beli di mana penjual menawarkan suatu barang
kepada pembeli dengan memberitahukan harga perolehan dan keuntungan yang
diinginkannya. Dalam komunitas bank syariah, murabahah muncul sebagai
alternatif pembiayaan non ribawi dalam bentuk jual beli. Murabahah yang
dipraktikkan oleh bank syariah termasuk istimewa karena merupakan bentuk
murabahah berdasarkan permintaan pembeli. Yang dimaksud murabahah berdasarkan
permintaan pembeli adalah murabahah yang dilakukan atas pengajuan dari nasabah
kepada bank untuk mengadakan suatu barang dengan spesifikasi tertentu dan
menjualnya kepada nasabah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Biasanya,
dalam mengajukan permintaan kepada bank, nasabah berjanji membeli barang
tersebut secara murabahah dengan pembayaran angsur.
Pembiayaan seperti ini
dibenarkan dan dipraktikkan oleh bank syari’ah di Indonesia berdasarkan fatwa
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang membolehkan
murabahah sebagai salah satu produk/ kegiatan usaha bank syariah. Dalam membuat
fatwa, DSN-MUI mengutip beberapa dalil dari al-Qur’an, hadis, dan kaidah fikih
antara lain.
1.
Firman
Allah swt. dalam surat An nisa ayat 29 tentang larangan riba dan Al-Maidah ayat
1 tentang pemenuhan akad.
2.
Hadits
Rasulullah SAW dari Syuaib ar Rumi ra:
“Nabi
bersabda, Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan
rumah tangga, bukan untuk dijual”.
3.
Kaidah
Fikih: Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya.
DSN-MUI memberikan
batasan-batasan umum yang harus dipatuhi oleh bank syariah terkait murabahah,
yaitu.
1.
Pelaksanaan
akad murabahah yang bebas riba.
2.
Barang
yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah.
3.
Bank
membeli barang secara sah dan bebas riba.
4.
Bank
menyampaikan segala hal terkait pembelian pertama.
5.
Apabila
bank mewakilkan pembelian barang kepada nasabah, maka akad jual beli murabahah
antara bank dengan nasabah harus dilakukan setelah barang yang diperjualbelikan
secara prinsip
6.
telah
menjadi milik bank.
Berdasarkan dalil dan
batasan umum yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa murabahah dapat
dilaksanakan oleh bank syariah sebagai salah satu bentuk pembiayaan selama
tidak melanggar ketentuan syariah. Dalam mengimplementasikan konsep dan prinsip
pembiayaan murabahah, maka bank syariah mengacu kepada aturan yang tertuang dalam
fatwa DSN MUI tentang murabahah, di mana rukun yang harus terpenuhi antara
lain:
1.
Pelaku
akad. Yaitu bank sebagai penjual barang dan nasabah sebagai pembeli.
2.
Obyek
akad. Yaitu barang dagangan/aset dan harga sebagai alat tukar.
3.
Shighah.
Yaitu ijab dan kabul sebagai bentuk kesepakatan antara keduanya. Adapun
mekanisme pembiayaan murabahah bank syariah adalah sebagai berikut.
1.
Nasabah
mengajukan permohonan pembelian barang kepada bank.
2.
Bank
mempelajari permohonan nasabah. Apabila diterima, maka bank membeli barang atau
aset sesuai spesifikasi pesanan nasabah secara sah dari penjual pertama.
3.
Bank
menawarkan barang dengan spesifikasi yang diminta dan nasabah harus membelinya
sesuai perjanjian yang telah disepakati.
4.
Bank
dan nasabah melakukan transaksi jual beli murabahah meliputi negosiasi harga,
sistem dan jangka waktu pembayaran, ijab dan kabul, serah terima barang.
5.
Nasabah
membayar kewajibannya kepada bank, baik secara angsur atau sekaligus dalam
jangka waktu yang telah disepakati bersama. Runtutan aktifitas pembiayaan
murabahah bank syariah.
D. JENIS‐JENIS PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM
PERBANKAN SYARIAH
Murabahah sesuai jenisnya dapat dikategorikan dalam:
1.
Murabahah
tanpa pesanan artinya ada yang beli atau tidak pihak bank sudah menyediakan
barang.
2.
Murabahah
berdasarkan pesanan artinya bank syariah baru akan melakukan transaksi jual
beli apa bila ada pesanan barang dari nasabah. Murabahah berdasarkan pesanan
dapat dikategorikan dalam:
a.
Sifatnya
mengikuti artinya barang tersebut harus dibeli oleh nasabah.
b.
Sifatnya
tidak mengikat artinya walaupun nasabah sudah memesan barang, namu nasabah
tidak terikat untuk membeli barang tersebut.
Janji pemesan untuk
membeli barang dalam murabahah dapat mengikat
bisa juga tidak. Beberapa ulama syariah modern berpendapat bahwa janji
untuk membeli barang tersebut itu bisa mengikat pemesan. Terlebih lagi jika nasabah
pergi begitu saja meninggalkan bank maka akan sangat merugika dari pihak bank
tersebut, Demi menghindari kemudharatan.[6]
E. TIPE TIPE
PENERAPAN MURABAHAH DALAM
PRAKTEK PERBANKAN SYARIAH
Ada beberapa
tipe penerapan murabahah dalam
praktik perbankan syariah yang kesemuanya dapat dibagi menjadi tiga kategori
besar, yaitu:
1. Tipe Pertama penerapan murabahah adalah tipe konsisten terhadap fiqih muamalah. Dalam tipe ini bank membeli dahulu barang yang
akan dibeli oleh nasabah setelah ada perjanjian sebelumnya. Setelah barang
dibeli atas nama bank kemudian dijual ke nasabah dengan harga perolehan
ditambah margin keuntungan sesuai kesepakatan. Pembelian dapat dilakukan secara
tunai (cash), atau tangguh
baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada umumnya
nasabah membayar secara tangguh.
2. Tipe Kedua mirip dengan tipe yang pertama, tapi
perpindahan kepemilikan langsung dari supplier kepada
nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan bank langsung kepada penjual pertama/supplier. Nasabah selaku pembeli
akhir menerima barang setelah sebelumnya melakukan perjanjian murabahah dengan bank. Pembelian
dapat dilakukan secara tunai (cash),
atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada
umumnya nasabah membayar secara tangguh. Transaksi ini lebih dekat dengan murabahah yang asli, tapi rawan
dari masalah legal. Dalam beberapa kasus ditemukan adanya klaim nasabah bahwa
mereka tidak berhutang kepada bank, tapi kepada pihak ketiga yang mengirimkan
barang.[7]
Meskipun nasabah telah
menandatangani perjanjian murabahah
dengan bank, perjanjian ini kurang memiliki kekuatan hukum karena tidak ada
tanda bukti bahwa nasabah menerima uang dari bank sebagai bukti
pinjaman/hutang. Untuk mengindari kejadian seperti itu maka ketika bank syariah
dan nasabah telah menyetujui untuk melakukan transaksi murabahah maka bank akan
mentransfer pembayaran barang ke rekening nasabah (numpang lewat) kemudian
didebet dengan persetujuan nasabah untuk ditranfer ke rekening supplier. Dengan cara seperti ini
maka ada bukti bahwa dana pernah ditranfer ke rekening nasabah. Namun demikian,
dari perspektif syariah model murabahah
seperti ini tetap saja berpeluang melanggar ketentuan syariah jika pihak
bank sebagai pembeli pertama tidak pernah menerima barang (qabdh) atas namanya tetapi langsung
atas nama nasabah. Karena dalam prinsip syariah akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang, secara prinsip, menjadi milik bank .[8]
3. Tipe Ketiga ini yang paling banyak dipraktekkan oleh
bank syariah. Bank melakukan perjajian murabahah dengan nasabah, dan pada saat yang sama mewakilkan (akad wakalah) kepada nasabah untuk
membeli sendiri barang yang akan dibelinya. Dana lalu dikredit ke rekening
nasabah dan nasabah menandatangi tanda terima uang. Tanda terima uang ini
menjadi dasar bagi bank untuk menghindari klaim bahwa nasabah tidak berhutang
kepada bank karena tidak menerima uang sebagai sarana pinjaman. Tipe
kedua ini bisa menyalahi ketentuan syariah jika bank mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang dari pihak ketiga, sementara akad jual beli murabahah telah dilakukan sebelum
barang, secara prinsip, menjadi milik .[9]
Berbagai tipe praktek jual beli murabahah di atas dilatar belakangi
motivasi yang bermacam macam. Ada kalanya untuk lebih menyederhanakan prosedur
sehingga bank tidak perlu repot-repot membeli barang yang dibutuhkan
nasabah tetapi cukup dengan menunjuk atau menghubungi supplier agar menyediakan barang dan langsung mengirimkan
ke nasabah sekaligus dengan atas nama nassabah (Tipe II). Atau dengan cara bank
langsung memberikan uang ke nasabah kemudian nasabah membeli sendiri barang
yang dibutuhkan dengan melaporkan nota pembelian kepada pihak bank (tipe III).
Kedua cara tersebut sering dilakukan perbankan syariah untuk menghindari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dua kali yang dinilai akan mengurangi nilai
kompetitif produk bank syariah dibandingkan bank konvensional yang dikecualikan
dari PPN. Ini terjadi karena dalam jual beli murabahah tipe I, di mana bank terlebih dahulu akan membelikan
barang yang dibutuhkan nasabah atas nama bank baru kemudian dijual ke nasabah
secara murabahah maka akan
terjadi perpindahan kepemilikan dua kali, yaitu dari supplair ke bank dan dari bank ke nasabah.
F. BENTUK BENTUK PENGGUNAAN AKAD MURABAHAH PADA
PEMBIAYAAN MURABAHAH
Mekanisme pembiayaan murabahah
dapat digunakan untuk pengadaan barang, modal kerja, pembangunan rumah dan
lain-lain. Berikut ini beberapa contoh aplikasi mekanisme pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah:
1. Pengadaan Barang
Transaksi ini dilakukan oleh bank syariah dengan
prinsip jual beli murabahah,
seperti pengadaan sepeda motor, kulkas, kebutuhan barang untuk investasi untuk
pabrik dan sejenisnya. Apabila seorang nasabah menginginkan untuk memiliki
sebuah kulkas, ia dapat datang ke bank syariah dan kemudian mengajukan
permohonan agar bank membelikannya. Setelah bank syariah meneliti keadaan
nasabah dan menganggap bahwa ia layak untuk mendapatkan pembiayaan untuk
pengadaan kulkas, bank kemudiaan membeli kulkas dan menyerahkannya kepada
pemohon, yaitu nasabah. Harga kulkas tersebut sebesar Rp. 4.000.000 dan pihak
bank ingin mendapatkan keuntungan sebesar RP. 800.000 Jika pembayaran angsuran
selama dua tahun, maka nasabah dapat mencicil pembayarannya sebesar Rp. 200.000
per bulan. Selain memberikan keuntungan kepada bank syariah, nasabah juga
dibebani dengan biaya administrasi yang jumlahnya belum ada ketentuannya. Dalam
praktiknya biaya ini menjadi pendapatan fee base income bank syariah.
Biaya-biaya lain yang diharus ditanggung oleh nasabah adalah biaya asuransi,
biaya notaris atau biaya kepada pihak ketiga.
2. Modal Kerja (Modal Kerja Barang)
Penyediaan barang persediaan untuk modal kerja dapat
dilakukan dengan prinsip jual beli murabahah.
Akan tetapi, transaksi ini hanya berlaku sekali putus, bukan satu akad dengan
pembelian barang berulang-ulang Sebenarnya, penyediaan modal kerja berupa uang
tidak terlalu tepat menggunakan prinsip jual beli murabahah. Transaksi
pembiayaan modal kerja dalam bentuk barang atau uang lebih tepat menggunakan prinsip
mudharabah (bagi hasil) atau musyarakah (penyertaan modal). Karena, jika
pembiayaan modal kerja dalam bentuk uang menggunakan mekanisme murabahah, maka
transaksi ini sama dengan consumer
finance (pembiayaan konsumen) dalam bank konvesional yang mengandung
usur bunga. Transaksi dalam consumer finance menggunakan pinjam meminjam uang
dan dalam murabahah menggunakan transaksi jual beli.
3. Renovasi Rumah (Pengadaan Material Renovasi Rumah)
Pengadaan material renovasi rumah dapat menggunakan
mekanisme jual beli murabahah.
Barang-barang yang diperjualbelikan adalah segala bentuk barang yang dibutuhkan
untuk renovasi rumah, seperti bata merah, genteng, cat, kayu dan lainlain.
Transaksi dalam pembiayaan ini hanya berlaku sekali putus, tidak satu akad
dilakukan berulang-ulang. Adapun contoh perhitungan pembiayaan murabahah adalah
sebagai berikut:
Tuan A, pengusaha toko buku, mengajukan permohonan
pembiayaan murabahah (modal kerja) guna pembelian bahan baku kertas, seniali
Rp. 100 juta. Setelah dievaluasi bank syariah, usahanya layak dan permohonannya
disetujui, maka bank syariah akan mengangkat Tuan A sebagai wakil bank syariah
untuk membeli dengan dana dan atas namanya kemudian menjual barang tersebut
kembali kepada Tuan A sejumlah Rp 120 juta, dengan jangka waktu 3 bulan dan
dibayar lunas pada saat jatuh tempo. Asumsi penetapan harga jual Rp. 120 juta
telah dilakukan: (1) Tawar menawar harga jual antara Tuan A dengan bank
syariah. (2) Harga jual yang disetujui, tidak akan berubah selama jangka waktu
pembiayaan (dalam hal ini 3 bulan) walaupun dalam masa tersebut terjadi
devaluasi, inflasi, maupun perubahan tingkat suku bunga bank konvensional di
pasar.[10]
G. PENUTUP
Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli amanah
berdasarkan pada penetapan harga, yaitu bentuk pertukaran obyek jual dengan
harga yang merupakan jumlah harga perolehan ditambah laba tertentu. Murabahah
dalam praktik lembaga keuangan syariah, prinsipnya didasarkan pada dua elemen
pokok harga beli serta biaya yang terkait dan kesepakan atas laba yang
diperoleh oleh lembaga. Pembiayaan Murabahah dibenarkan dan dipraktikkan oleh
bank syari’ah di Indonesia berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang membolehkan murabahah sebagai salah satu produk/
kegiatan usaha bank syariah. Dalam membuat fatwa, DSN-MUI mengutip beberapa
dalil dari al-Qur’an, hadis, dan kaidah fikih. Jenis pembiayaan mudarabah ada
dua, yaitu: 1) mudarabah tanpa pesanan. 2) mudarabah dengan pesanan. Tipe tipe penerapan murabahah dalam praktik perbankan syariah ada tiga tipe. bentuk bentuk penggunaan akad murabahah pada
pembiayaan murabahah ada tiga yaitu: 1). pengadaan barang 2). Modal
Kerja (Modal Kerja Barang 3). Renovasi Rumah (Pengadaan Material Renovasi
Rumah).
H. DAFTAR
PUSTAKA
Imam
Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, Jakarta:
PT Rajagrafindo, 2016.
Hendi
Suhendi, Fiqih Muamalah,Jakarta: PT Rajagrafindo, 2011.
Lely Shofa
Imama, “Konsep Dan Implementasi Murabahah Pada Produk Pembiayaan Bank Syariah”,
dalam jurnal iqtishadia Ihkâm, Vol.1 No.2, Desember 2014 (3-26).
Adiwarman
Karim, Bank Islam Analisi Fiqih dan
Keuangan, Jakarta: PT
Rajagrafindo,2004.
M.
Nur Rianto, Dasar Dasar Pemasaran Bank Syariah, Bandung: Alfabeta, 2012.
Youdhi
Prayogo, ”Murabahah Produk Unggulan Bank Syariah Konsep, Prosedur, Penetapan
Margin Dan Penerapan Pada Perbankan syariah”, dalam jurnal Volume 4,Nomer 2,
Desember 2012.
Darningsih, dalam Tugas Akhir
“Implementasi Akad Murabahah Pada Pembiayaan Jual Beli Barang Produktif,
Praktek Pada Bmt Marhamah”, Semarang , 2012.
Abdul Shomat, dalam jurnal yang
berjudul “Bay Al-Murabahah (Deffered
Payment Sale) Di Lingkungan Bank”.
Jeni Wardi & Gusmarila Eka Putri,
“Pembiayaan Murabahah, Mudharabah, serta Kesesuaiannya Dengan Psak no. 102, dan 105”, dalam jurnal Pekbis
Jurnal, Vol.3, No.1, Maret 2011.
[1] M.
Luthfi Hamidi sebagaimana dikutip oleh Lely Shofa Imama, “Konsep Dan
Implementasi Murabahah Pada Produk Pembiayaan Bank Syariah”, dalam jurnal
iqtishadia Ihkâm, Vol.1 No.2, Desember 2014, (3-26), h. 3
[2] Ibid ,
h. 4
[3] Hendi
Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT Rajagrafindo,2011) hlm. 233
[4] Imam
Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Jakarta: PT Rajagrafindo,2011) hlm .82.
[5]
Jeni Wardi & Gusmarila
Eka Putri, “Pembiayaan Murabahah, Mudharabah, serta Kesesuaiannya Dengan Psak no. 102, dan 105”, dalam jurnal
Pekbis Jurnal, Vol.3, No.1, Maret 2011, h.
447-455.
[6] Adiwarman Karim, Bank Islam
Analisi Fiqih dan Keuangan, (Jakarta:
PT Rajagrafindo,2004), hlm 105
[7] M. Nur Rianto, Dasar Dasar
Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2012), h 56
[8]
Darningsih, dalam Tugas
Akhir “Implementasi Akad Murabahah Pada Pembiayaan Jual Beli Barang Produktif,
Praktek Pada Bmt Marhamah”, Semarang , 2012, h. 34.
[9] Abdul
Shomat, dalam jurnal yang berjudul “Bay Al-Murabahah (Deffered Payment Sale) Di Lingkungan Bank”,
h. 7.
[10]
Syofian S, Harahap
sebagaimana dikutip Youdhi Prayogo, ”Murabahah Produk Unggulan Bank Syariah
Konsep, Prosedur, Penetapan Margin Dan Penerapan Pada Perbankan syariah”, dalam
jurnal Volume 4,Nomer 2, Desember 2012 (hlm 5-20) h. 18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar