Minggu, 09 April 2017

ZAKAT BARANG TAMBANG DAN TEMUAN


ZAKAT BARANG TAMBANG DAN TEMUAN

   Ada beberapa hal yang diperselisihkan oleh para fuqaha, yaitu makna barang tambang (ma’din), barang temuan (rikaz), atau harta simpanan (kanz), jenis-jenis barang tambang yang wajib dikeluarkan zakatnya, dan kadar-kadar zakat untuk setiap barang tambang dan temuan.
Menurut mazhab hanafi, barang tambang adalah barang temuan itu sendiri, sedangkan menurut jumhur, keduanya berbeda. Barang tambang, menurut mazhab maliki dan syafi’ adalah emas dan perak sedangkan menurut mazhab hanafi, barang tambang ialah setiap yang di cetak dengan menggunakan api. Adaupun mazhab hambali berpendapat bahwa yang di maksud barang tamabnag adalah semua jenis barang tambang, baik yang berbentuk padat maupun cair.
  Zakat yang mesti dikeluarkan dari harta barang tambang, menurut mazhab hanafi dan maliki ialah seperlima, sedangkan menurut mazhab syafi’i dan hanbali sebanyak seper empatpuluh. Mengenai zakat yang mesti dikeluarkan dari rika (barang temuan), semua ulama mazhab sepakat bahwa zakatnya seperlima (khumus).
  Perbedaan dan persamaan pendapat diatas akan bisa di lihat dalam rincian berikut. Perbedaan dan persamaan ini lahir, mengingat bahwa harta yang wajib di keluarkan dalam barang tambang, dinamakan zakat oleh jumhur sedangkan mazhab hanafi menamakannya sebagai ghanimah. Dalam rikaz, menurut zumhur, kewajiban harta tersebut dijadikan sebagai ghanimah yang dialokasikan untuk kepentingan umum sdangkan menurut mazhab syafi’i,  kewajiban harta rikaz diberikan kepada mustahiqq zakat.
   Semua ulama mazhab sepakat bahwa nisab menjadi syarat dalam harta barang tambang. Tetati, niab tidak menjadi syarat dalm rikaz. Demikian menurut zumhur. Berbeda dengan mazhab syafi’i, menurutnya, nisab menjadi syarat dalam zakat rikaz .

MAZHAB HANAFI
   Barang tambang, rikaz, dan harta terpendam adalah satu, yakni setiap harta yang trpendam didalam bumi. Hanya saja, barang tambang adalah harta yang diciptakan oleh Allah SWT ketika bumi ini diciptakan sedangkan rikaz dan harta simpanan adalah harta yang dipendam oleh orang-orang kafir.
  Barang tambang terdiri atas tiga jenis yaitu:
1.      Barang padat yang mencair dan bisa dicetak dengan cara memanaskannya dengan api, sperti dua macam nuqud ( emas dan perak), besi,tembaga, timah dan air raksa. Inilah harta yang zakatnya wajib dikeluarkan sebanyak seper lima,  walaupun harta tersebut tidak mencapai nisab.
2.      Barang tambang padat yang tidak mencair dan tidak bisa dicetak dengan cara memanaskannya dengan api. Misalnya, kapur, batu celak, racun tikus, dan semua jenis bebatuan, seperti yakut dan garam.
3.      Barang tambang cair tidak padat, misalnya, aspal dan minyak tanah.
Zakat sebanyak seper lima tidak diwajibkan kecuali pada jenis yang pertama, baik barang tambang tersebut didapatkan dari tanah kharajiyyah maupun ‘usyriyyah. Zakat seper lima ini diberikan kepada mustahiqq yang menerima khumus ghanimah.
    Mazhab ini mengajukan alasannnya brdasarkan dalil dari Al-quran dan hadis shohih, dan kias. Dalil Al-quran adalah ayat berikut.
Yang artinya ketahuilah, sesunggguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai ghonimah, maka seperlimanya untuk Allah. (QS 8;41).
Barang tambang dipandang sebagai ghonimah karena tanah yang mengandungnya berada dibawah kekuasaaan orang-orang kafir, yang kemudian dikuasai oleh orang-orang islam dengan cara kekerasan. Adapun dalil dari hadis ialah sabda nabi SAW.  Berikut yang artinya  ajma ( tanah yang didalamnya tidak terdapat pepohonan) adalah jubar ( harta yang tidak ada sesuatupun didalamnya) ; sumur adalah jubar, dan barang tambang  adalah jubar. Dalam rikas ada kewajiban khumus
Rikas mencakup barang tambang dan barang terpendam sebab kata rikaz berasal dari rakz, yakni markuz ( yang ditanam), baik yang ditanam oleh sang pencipta maupun oleh mahluknya .
    Adapun dalil dari kias Adalah berupa pengkiasan barang tambang terhadap harta terpendam pada zaman jahiliah. Keduanya mengandung makna ghonimah. Oleh karna itu, seperlima dari keduanya, wajib dikeluarkan zakatnya. Selebihnya dari seperlima barang temuan tersebut adalah milik pemilik tanah yang mengandungnya. Dengan catatan, barang temuan tersebut di dapatkan dari tanah yang di milikinya. Namun, jika tanah tersebut tidak di miliki oleh siapa pun, seperti padang pasir, maka selebihnya dari seperlima tadi di miliki oleh penemunya.
    Diwajibkannya seperlima dari barang temuan adalah jika barang tersebut  memiliki tanda- tanda jahiliyah, misalnya terdapat gambar patung, salib atau yang lainnya. Namun jika barang temuan tadi memiliki tanda- tanda islam, seperti kalimat syahadat atau nama seorang hakim muslim, maka ia dipandang sebagai luqathah dan tidak wajib di keluarkan zakatnya.
    Begitu pula menurut abu hanifah, khumus tidak di wajibkan ketika seseorang menemukan barang tambang atau barang temuan yang di miliki sebab harta tersebut termasuk bagian bumi yang terdapat di dalam nya. Semua bagian bumi tidak ada kewajiban pajak di dalamnya. Begitu juga dengan harta barang tambang.
 Berbeda dengn Abu hanifah, shahbani berpendapat bahwa barang tambang dan barang temuan yang di dapatkan dari tanah yang dimiliki wajib dikeluarkan khumusnya. Alasannya adalah bahwa hadis dimuka bersifat umum (muthlaq), yakni hadis, “Dalam rikaz, ada kewajiban khumus. “ dalam hadis ini, tidak ada perbedaan antara tanah dan rumah, sedangkan Abu Hanafiyah membedakan antara keduanya. Menurutnya, rumah dimiliki tanpa adanya  beban (sejenis pajak). Lain halnya dengan tanah (bumi). Pendapat ini berdasarkan adanya kewajiban zakat sepersepuluh dan pajak bagi tanah, sedangkan untuk rumah, tidak ada kewajiban seperti itu. Oleh karena itu, zakat sepersepuluh dan pajak wajib dikeluarkan dari tanah (bumi), sedangkan dari rumah tidak wajib dikeluarkan.
   Dalam barang tambang jenis yang kedua dan ketiga (yakni barang tambang yang tidak bisa dicetak dengan api dan barang tambang cair) tidak ada kewajiban zakat kecuali air raksa yang cair. Ini wajib di keluarkan zakat, yakni seperlima (khumus) sebab ia sama dengan timah.
   Batu granit yang terdapat di gunung-gunung berbatu tidak wajib dizakati. Pendapat ini berdasarkan hadist nabi saw. Berikut yang artinya Tidak ada kewajiban khumus dalam bebatuan.
Zakat tidak wajib di keluarkan dari mutiara, rumput laut, dan semua perhiasan yang didapatkan dari laut, kendatipun berupa emas yang terpendam sebab perhiasan yang di dapatkan dari laut tidak melalui unsur pemaksaan. Dengan demikian, ia tidak di namakan sebagai ghanimah. Lain halnya jika perhiasaan  tersebut di perdagangkan ( maka zakatnya wajib di keluarkan, penerj).
    Adapun harta yang wajib dikeluarkan dari harta terpendam atau rikaz adalah seperlima. Dengan catatan, harta tersebut di temukan dari tanah yang tidak ada pemiliknya. Pendapatan ini betdasarkan hadis dimuka , yakni dalam rikaz ada kewajiban zakat seperlima. Termasuk kategori ini adalah harta yang ditemukan dibawah tanah berupa senjata, peralatan, pakaian, dan yang lainnya. Karena harta-harta tersebut merupakan ghanimah. Sama halnya dengan emas dan perak.
  Barang siapa memasuki daerah peperangan dengan aman, kemudian menemukan harta rikaz di dalamnya, hendaknya dia mengembalikan harta tersebut kepada penduduk daerah tersebut. Tujuannnya adalah menghindari terjadinya penghianatan mereka sebab harta yang terdapat disuatu daerah, kusus dimiliki oleh penduduknya. Apabia harta rikz tersebut tidak dikembalikan kepda penduduk daerah tadi, kepemilikan terhadap harta tersebut merupakan kepemilikan yang keji. Ia harus disedekahkan.
   Apabila seseorang menemukan harta rikaz di padang pasir yang terdapat di daerang peperangan harta tersebut menjadi pemilik penemunya karena harta tersebut tidak di miliki secara khusus oleh seseorang. Dengan demikian, tindakan seperti itu tidak akan mengakibatkan adanya penghianatan, dan dalam harta tersebut tidak ada kewajiban apa-apa sebab kedudukan penemunya sama dengan orang yang mencuri harta benda para prajurit untuk di amankan di daerah muslim.
            Mazhab Maliki
   Menurut mazhab ini, barang tambang (ma’din) tidak sama dengan rikaz. Barag tambang adalah harta yang di ciptakana oleh Allah Swt. Di dalam tanah, baik berupa emas, perak, maupun yang lainnya. Misalnya tembaga,timah, dan belerang. Untuk mengeluarkan barang tambang ini di perlukan pekerjaan yang berat dan pembersihan.Sehubungan dengan kepemilikannya, ada tiga jenis barang tambang yaitu :
1.      Barang tambang yang didapatkan dari tanah yanag tidak dimiliki oleh seseorang. Harta ini dimiliki oleh pemerintah. Harta tersebut dibagikan kepada orang-orang islam atau disimpan di bayt al-mal demi kemaslahatan mereka, bukan untuk kepentingan pemerintah.
2.      Barang tambang yang didapatkan dari tanah yang dimiliki oleh seseorang tertentu. Harta ini bisa dimiliki oleh pemilik tanah. Namun, menurut pendapat yang lain-dalam mazhab ini harta tersebut dimiliki oleh pemilik tanah.
3.      Barang tambang yang didapatkan dari tanah yang dimiliki bukan bukan oleh seseorang tertentu, misalnya tanah penaklukan atau tanah perdamaian,. Tanah penaklukan dimiliki oleh pemerintah, sedngkan tanah perdamaian adalah milik pemiliknya. Selam pemilik tanah masih kafir, maka tanah tersebut tidak boleh diserahkan kepadanya. aKan tetapi, jika dia memeluk islam urusnnya diserahkan kepada pemerintah .
Kesimpulnny ilh bhw hukum harta barang tambang secara mutlak dimiliki oleh pemerintah (yakni, penguasa atau wakilnya). Dengan catatan, selama pemilik atau penghuni masih kafir, kecuali tanah perdamaian.
   Zakt yang wajib dikeluarkan dari barang tambang adalah seperempat sepuluh. Dengan catatan, harta tersebut telah mencapai nisab, pemiliknya ialah orang merdeka dan muslim. Syarat dalam harta ini sama dengan zakat. Hanya saja dalam zakat harta barang tambang, tidak ada syarat harus mencapai hawl, melainkan ia wajib dizakati seketika, seperti halnya tanaman.
   Barang tambang yang wajib dizakati hanya emas dan perak. Barang tambang yang lainnya tidak wajib dizakati, misalnya tembaga, timah, air raksa dan yang lainnya kecuali jika barang-barang tambang tersebut diperdagangkan. Terjadinya perbedaan antara mazhab ini dan mazhab hanafi mengenai kadar yang wajib dizakati ialah nama rikaz itu sendiri. apakah ia mencakup barang tambang atau tidak? Menurut mazhab hanafi, rikaz mencakup barang tambang. Oleh karena itu, bagi barang tambang yang berlaku hukum hadis dimuka, yakni “di dalam rikaz ada kewajiban seperlima, “ sedangkan mazhab maliki berpendapat bahwa rikaz tidak mencakup baang tambang. Oleh karena itu zakatnya sama dengan zakat nuqud (emas dan perak), yakni seperempat puluh (2,5%) dan diserahakan kepada mustahiqq zakat.
   Barang tamabang yang didapatkan untuk yang kedua kalinya, zakatnya digabungkan dengan barang tambang yang didapatkan sebelumnya. Dengan catatan, kedua barang tambang tersebut didapatkan dari asal yang sama, yakni tempat keduanya berkaitan, bersambungan. Dengan demikian, apabila kedua barang tambang tersebut mencapai nisab atau lebih, zakatnya wajib dikeluarkan walaupun keduanya didapatkan dengan mudah.
    Suatu asal barang tambang tidak boleh digabungkan dengan asal  yang lain. Seperti halnya barang tambang, ia tidak boleh digabungkan dengan barang tambang yang lain. Dari setiap barang tambang, zakatnya dikeluarkan secara terpisah.
   Dalam barang tambang , ada sebuah pengecualian untuk suatu benda yang dinamakan dengan nadrah, yakni bagian yang murni dari emas atau perak yang pembersihannya dari tanah sangat mudah. Maksudnya, pembersihannya dari tanah tidak membutuhkan usaha yang berat. Untuk nadrah, zakat mesti dikeluarkan darinya ialah  seperlima kendatipun kurang dari nisab. Zakatnya diserahkan seperti ghanimah, yakni untuk kemaslahatan umat islam. Penyerahan zakat seperti ini adalah seperti pendapat mazhab hanafi mengenai barang tambang yang bisa dicetak dengan api.
Adapun rikaz atau harta terpendam ialah harta pendaman jahiliyah, baik berupa emas, perak maupun yang lain nya. Jika kedudukan nya suatu barang pendaman di ragukan, apakah ia termasuk barang jahiliyah atau bukan, maka ia termasuk barang jahiliyah.
   Mengenai hukum ke pemilikan nya harta rikaz bisa berbeda bergantung pada tanah tempat di temukan nya harta tersebut. Lebih tempatnya ada  empat macam, yaitu :
1.      rikaz ditemukan di tanah yang tidak dimiliki dan merupakan harta pendaman jahiliyah. Harta seperti ini di miliki oleh penemunya.
2.       rikaz di temukan di tanah yang ada pemiliknya. Harta temuan ini dimiliki oleh pemilik tanahnya asli, yakni orang yang menghidupkannya atau mewarisinya bukan milik penemunya, bukan pula milik orang yang memiliki tanah tersebut dengan cara membeli atau hibah dari orang lain, melainkan harta tersebut dimiliki oleh penjual tanah yang asli atau pemberi hibah. Harta rikaz ini dimiliki oleh keduanya, dengan catatan, keduanya diketahui. Jika tidak, harta tersebut dipandang sebagai luqathah ( barang temuan).
3.      rikaz di temukan di tanah yang didapatkan melalui penahklukan (kekerasan). Harta ini di miliki oleh penemunya.
4.      rikaz di temukan di tanah yang didapatkan perjanjian, harta ini juga di miliki oleh penemunya.
Keempat jenis rikaz di atas dapat di anggap rikaz selama harta tersebut tidak di temukan di daerah muslim. Jika ia di temukan di daerah muslim, hukumnya sama dengan barang luqathah. Ia mesti di sebarkan dahulu dalam jangka waktu setahun. Jika kemudian tidak ada yang mengakuinya , harta tersebut milik penemunya.
   Secara mutlak, kewajiban mengeluarkan seperlima (khumuz) wajib dikeluarkan dari rikaz, baik berupa emas, perak, maupun yang lainnya; baik ditemukan oleh seorang muslim maupun oleh non muslim. Khumus diberikan seperti halnya ghanimah, yakni untuk kemaslahatan umum. Hanya saja, jika proses penemuan rikaz tersebut membutuhkan pekerjaan yang berat dan biaya yang mahal, zakat yang  wajib dikeluarkan darinya adalah seperempat (2,5%) dan diberikan kepada para mustahiqq zakat.
    Nisab tidak menjadi syarat dalam harta rikaz. Sisa harta rikaz, setelah zakatnya dikeluarkan, adalah milik penemunya. Hanya saja, jika harta tersebut diperoleh dari tanah  yang ada pemiliknya, sebagaimana telah dijelaskan, sisanya dimiliki oleh pemilik tanah yang asli.
   Harta yang di hempaskan oleh lautan, tidak wajib di zakati. Dengan catatan, harta tersebut tidak dimiliki oleh seorang pun, misalnya ikan paus, permata, mutiara dana biota laut. Harta harta ini di miliki oleh penemu yang memegang pertama kalitanpa harus di keluarkan khumus-nya karena asal harta tersebut adalah mubah. Apabila ternyata harta tersebut sebelumnya di miliki oleh kaum jahiliyah, harta tersebut di miliki oleh penemunya. Ia wajib di keluaran khumus-nya karena termasuk harta rikaz. Dan apabila dia mengetahui bahwa harta tersebut milik orang muslimatau kafirdzimmi, kedudukan nya sebagai harta luqathah. Ia mesti disebarluaskan informasinya selama satu tahun.
            MAZHAB SYAFI’I
   Barang tambang tidak sama dengan rikaz. Barang tambang ialah harta yang di keluarkan dari suatu tempat yang di ciptakan allah swt. Ia hanya khusus berkenaan dengan perak dan emas. Pendapat ini sama dengan pendapat mazhab maliki.
   Zakat yang wajib di keluarkan dari barang tambang ialah seperempat puluh. Dengan catatan, barang tersebut berupa emas atau perak, bukan selain keduanya seperti, yuqut, zamrut, tembaga, dan besi baikdi temukan di tanah yang mubah (tidak ada pemiliknya) maupun tanah yang di miliki oleh seorang muslim yang merdeka. Pendapat ini berdasarkan keumuman dalil- dalil mengenai zakat-zakat di muka, seperti hadis “ dalam harta perak, ada kewajiban zakat seperlima. “ dengan syarat  sebagai mana dikemukakan oleh sebagian imam mazhab harta tersebut telah mencapai nisab. menurut mazhab ini dalam  barang tambang tidak ada syarat hawl karena dijadikan nya hawl. sebagai syarat merupakan penujuk utuhnya pertumbuhan harta, sedangkan harta yang di kuluarkan dari barang tambang telah berkembang dengan sendirinya. Dengan demikian, kedudukannya sama dengan buah-buahan dan tanaman.
   Sebagian harta barang tambang digabungkan dengan sebagian yang lain. Dengan catatan, penambangannya terjadi pada tempat yang sama dan dilakukan pada waktu yang berturut-turut. Dalam penggabungan ini, harta yang pertama tida di syaratkan harus bersisaa, sedangkan kesamaan tempat menjadi syarat. Seandainya tempat penambangan terjadi ditempat yang berbeda, harta tambang yang satu tidak boleh digabungkan dengan harta barang-barang tambanag lainnya sebab pada umumnya, perpindahan tempat  penambangan selalu merupakan permulaan pekerjaan.
   Apabila penambangan terputus, misalnya untuk memperbaiki peralatan, atau menghindari penyakit, atau melakukan perjalanan, kemudian diteruskan kembali, hasilnya boleh digabungkan walaupun kwtwrputusan itu terjadi dalam waktu yang lama. Dengan syara, keterputusan itu tidak disengaja untuk meninggalkan penambangan. Apabila keterputusan tersebut dilakukan tanpa adanya uzur, hasilnya tidak boleh digabungkan sebab keterputusan itu dilakukan dengan maksud untuk meninggalkan penambangan.
   Hasil penambanagan yang kedua boleh digabungkan dengan hasil penambangan yang pertama, seperti halnya hasil penambangan tersebut boleh digabungkan dengan harta yang telah ada untuk menyempurnakan nisab. Zakat barang tambnag dikeluarkan setelah ia dibersihkan dari tanah. Apabila zakatnya dikeluarkan sebelum ia dibrsihkan, zakatnya belum cukup.
   Adapaun yang di maksud dengan rikaz ialah harta pendaman jahiliyah. Di dalamnya, sebagaimana di tetapkan oleh mazhab hanafi, ada kewajiban khumus yang wajib di keluarkan seketika. Syaratnya ialah seperti syarat yang ada dalam zakat, yakni merdeka, islam, dan mencapai nisab. Dan rikaz tersebut berupa naqdayn ( emas dan perak, baik yang telah di cetak maupun yang masih berupa lempengan) alasannya karena rikaz merupakan harta yang dimanfaatkan dari dalam bumi. Oleh karena itu, pengeluarannya hanya kusus untuk harta yang wajib dizakati, baik kadarnya maupun jenisnya, seperti halnya hasil penambangan. Dalam rikaz, tidak ada syarat hawl. Menurut pendapat yang mashur, zakat rikaz diserahkan kepada para mustahiqq zakat. Dalil yang mengenai kadar yang wajib dikeluarkan dari rikaz ialah hadis yang diriwayatkan oleh abu hurayroh dimuka, yakni” dalam rikaz ada kewajiban zakat seperlima.”
    Apabila harta rikaz tersebut tidak berupa pendaman jahiliyah, yakni pendaman harta yang islami yang memiliki tanda-tanda keislaman, harta tersebut kepunyaan pemilik dan pewarisnya. Begitupun ketika harta terseut tidak diketahui identitasnya; apakah ia merupakan hartabjahiliyah ataukah harta yang islami. Alasannya, karena kepemilikan harta seorang musim tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh seseorang atau beberapa orang. Apabila pemiliknya tidak diketahi, harta tersebut dipandang sebagai luqathah. Penemunya wajib menyebarkannya sebagai mana dia juga wajib menyebarkan luqathah yang ditemukan dipermukaan tanah.
 Apabila harta rikaz ditemukan di sebuah tanah yang dimiliki oelh seseorang atau diwakafkan, harta itu milik orang tersebut. Dengan catatan, orang tadi mengakuinya. Dia boleh mengambil hartanyatanpa harus mengucapkan sumpah, seperti halnya barang-barang yang terdapat di dalam rumah. Tetapi, apabila orang tersebut tidak mengakuinya, misalnya dia mendiaminya atau menafikanya, maka harta tersebut dimiliki oleh pemilik tanah yang terdahulu. Begitulahseterusnya sampai harta tersebut ditanyakan kepada pemelihara tanah.
  Apabila harta rikaz ditemukan didalam masjid, atau jalan raya, menurut pendapat mazhab ini, harta tersebut dipandang sebagai luqathah. Ia diperlakukan seperti halnya luqathah karena setiap orang muslim berhak terhadap harta tersebut, sedangkan pemilknya tidak diketahui secara pasti oleh karena itu, ia dinamakan oleh luqathah.
   Apabila kepemilikan harta rikaz diperselisihkan oleh pembeli dan penjual, penyewa dan orang yang menyewakan, atau peminjam dan pemberi pinjaman, maka yang dibenarkan adalah pembeli, penyewa, dan peminjam setelah mereka bersumpah. Hal yang sama dilakukan ketika terjadinya perselisihan mengenai perabot rumah tangga.
MAZHAB HANBALI
   Menurut mazhab ini, baran tambang tidak sama dengan rikaz. Barang tambang adalah harta yang di keluarkan dari dalam bumi yang di ciptakana oleh Allah Swt. Ia bukan jenis bumi itu sendiri, juga bukan merupakan harta yang sengaja dependam, baik berupa barang padat maupun barang cair.
   Kepemilikan barang-barang tambang yang berbentuk padan sama dengan emas, perak, dan tembaga. Harta-harta tersebut dimiliki sesuai dengan kedudukan tanah yang mengandungnya karena barang tambang merupakan  salah satu bagian yang terdapat dalam tanah. Barang tambang, kedudukan nya sama dengan tanahatau bebatuan yang tetap. Berbeda dengan rikaz. Rikaz tidak termasuk bagian dalam tanah. Oleh karena itu rikaz dimiliki oleh pemiliknya. Dialah yang paling berhak atas harta tersebut.
  Jika barang tambang dikerjakan oleh dua orang, orang yang pertama lebih berhak atas harta tersebut. Dengan catatan, dia melakukan penambangan, jika dia meninggalkan penambangannnya seorang yang lain boleh melakukan penambangan ditempat orang tadi. Jika sebuah harta ditemukan disebuah tempat yang pemiliknya diketahui, dia dimiliki oleh pemilik tempat tersebut.
   Adapun barang- barang tambang yang cair, seperti benda yang melepuh dan mengandung air, atau racun tikus dan yang lainnya maka hukumnya mubah pada setiap keadaan. Hanya saja, seseorang di makruhkan untuk ikut  memilikinya tanpa seizin pemiliknya.
   Barang tambang yang zakatnya wajib di keluarkan ialah setiap harta yang di ciptakan oelh Allah Swt. Yang di keluarkan di dalam tanah. Dengan demikian,jika emas sebanyak 20 mitsqal atau perak sebanyak 200 dirham, dikeluarkan dari dalam tanah, makan zakatnya wajib di keluarkan seketika itu juga (yakni, waktu penambangannya). Begitu juga barang tambang yang lain yang harganya mencapai harga emas atau perak , misalnya besi, emas, perak, tembaga atau air raksa, yaqut, zamrut, batu kristal, batu akik, batu celak, racun tikus, barang-barang tambang cair, seperti aspal, benda yang melepuh, belerang dan barang-barang lain yang dikeluarkan dari dalam perut bumi.
Dalil pendapat di atas adalah keumuman ayat berikut.
“ hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untukmu. (QS 2:267)
 Alasan lain karena barang-barang di atas merupakan barang hasil penambangan. Oleh karena itu, zakat yang semestinya di keluarkandarinya sama dengan atsman (emas dan perak). Adapun tanah tidak termasuk dalam kategori barang tambang sebab tanah adalah debu, sedangkan barang tambang ialah barang barang yang terdapat di dalam tanah yang jenisnya tidak sama dengan tanah.
    Harta yang wajib dikeluarkan dari barang tambang ialah seperempat puluh (2,5%). Kedudukannya, seperti yang dikemukakan oleh mazhab syafi’i, sama dengan zakat. Pendapat ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abu  Ubayd. Dia mengatakan bahwa rasulullah SAW. Memberikan keputusan kepada bilal bin al-harits al- muzni mengenai barang tambang yang didapatkannya dari daerah qobaliyah. Itulah barang- barang tambang yang darinya tidak dikeluarkan kecuali zakat sampai hari ini.
   Lagi pula, dalam barang tambang terdapat kewajiban yang haram diberikan kepada kaum kerabat yang kaya. Dengan demikian, kewajiban tersebut merupakan kewajiban yang mesti di keluarkan oleh atsman (emas dan perak) yang di miliki.
   Nisab barang penambang adalah sebagai berikut. Emas sebanyak 20 mitsqal. Perak sebanyak 200 dirham. Adapun barang tambang selain keduanya, nisabnya sebanyak harga keduanya. Pendapat ini berdasarkan hadis-hadis berikut. Yang artinya: perak yang (jumlahnya) kurang dari lima uqiyah tidak (wajib) dizakati., (perak) yang jumlahnya 190 dirham tidak (wajib) dizakati, kalian tidak berkewajiban apa pun dalam emas sehingga ia mencapai 20 mitsqal.
 Barang tambang tidak disyaratkan harus mencapai hawl karena harta tersebut didapatkan secara langsung. Dengan demikian, ia disamakan dengan tanaman dan buah-buahan.
    Nizab zakat barang tambang bisa diperoleh dari satu kali hasil penambangan atau dari, dari beberapa hasil penambangan yang tidak diiringi oleh pekerjaan- pekerjaan lain yang dilakukan dengan maksud meremehkan. Tetapi, penambangan yang dihentikan pada malam hari untuk beristirahat, karena adanya uzur ( seperti sakit), memperbaiki peralatan, atau yang lainnya, tidak dipandang menghentikan hukum pekerjaan penambangan.
   Barang tambang yang dihasilkan dalam dua pekerjaan boleh digabungkan untuk menyempurnakan nisab tetapi jenis satu barang tambang tidak boleh digabungkan dengan jenis barang tambang yang lain. Setiap barang tambang dipandang memiliki nisab yang tidak terikat dengan barang tambang yang lainnya sebab barang- barang tambang terdiri atas beberapa jenis. Oleh karena itu, nisab setiap barang tambang yang tidak bisa disempurnakan oleh jenis barang tambang yang lain kecuali barang tambang berupa mas dan perak. Kedua barang tambang ini boleh digabungkan untuk menyempurnakan nisab. Sebagaimana penggabungan jenis barang tambang yang lain boleh digabungkan dengan keduanya dan sebagaimana harta perdagangan boleh digabungkan dengan emas dan perak.
   Zakat wajib dikeluarkan dari barang tambang ketika harta tersebut dikeluarkan dari dalam tanah dan telah mencapai nisab. Menurut kesepakatan imam mashab, hawl tidak menjadi syarat dalam zakat harta barng tambang. Alasannya karena baranag tambang merupakan harta bumi yang bisa dimanfaatkan. Oleh sebab itu, hawl tidak menjadi syarat baginya, seperti halnyatanaman, buah-buahan, dan rikaz.
Dalam zakat barang tambang, ada dua syarat, yaitu :
            Pertama, setelah dibentuk dan dibersihkan, emas dan perak hasil penambangan tersebut telah mencapai nisab atau jika barang tambang tersebut tela mencapai nisab tanpa di bentuk terlebih dahulu atau jika barang tambang tersebut bukan merupakan emas dan perak, tetapi harganya telah mencapai nisab.
            Kedua, orang yang melakukan penambangan merupakan orang yang mengeluarkannya adalah seorang kafir dzimmmi, seorang kafir, seorang pengutang, atau yang lainnya, barang tambang itu tidak wajib di keluarkan zakatnya.
Barang tambang yang di peroleh dari dalam laut tidak wajib dizakati, seperti permata, batu karang, ikan paus, ikan dan yang lainnya. Pendapat ini berdasarkan pernyataan ibn abbas berikut
“ikan paus tidak wajib dizakati, sesungguhnya ika paus merupakan sesuatu yang dilemparkan oleh laut”
   Jabir juga meriwayatkan hal yang sama. Lagi pula, pada zaman rosullulah Saw. Dan para halifah sesudahnya, hasil tambang dari laut pernah terjadi. Tetapi harta tersebut tidak dizakati baik pada zaman rosulullah  saw. Maupun para khalifah sesudahnya karena hukum asal barang tambang yang didapatkan dari laut tidak wajib dizakati. Mengkiaskannya dengan barang tambang dari darat adalah tidak sah. Alasannya, karena ikan paus dilemparkan oleh laut. Dengan demikian kedudukannya sebagai barang yang dilemparkan dipermukaan bumi, tanpa adanya usaha yang melelahkan. Oleh karena itu, ia sama dengan harta-harta mubah yang diperoleh dari darat.
   Adapun rikaz ialah harta pendaman jahiliyah, yakni harta orang kafir yang diambil pada zaman islam, baik sedikit maupun banyak. Termasuk kategori ini ialah barang yang ditemukan diatas permukaan bumi yang mengandung tanda kekafiran. Kewajiban yang mesti dikeluarka dari rikaz ialah kehumus. Pendapat ini juga dikemukakan oleh mashab hanafi, maliki, dan syafi’i pendapat ini berdasarkan hadis mutaftafaq’ alayh di muka,” dalam rikaz ada kewajiban kehumus.” Apabila dalam barang temuan tersebut terdapat tanda-tanda islam tersebut misalnya, terdapatnya ayat al-quran, nama nabi Saw; salah seorang kahalifah umat islam, atau wali mereka, maka kedudukannya adalah sebagai luqathah. Dia diperlakukan seperti halnya luqqathah karena harta tersebut merupakan milik seorang muslim yang kepemilikannya tidak hilang.
   Kehumus rikaz disimpan di bayt al-mal. Yang digunakan demi kemaslahatan umat, sedangkan sisanya dimiliki oleh penemunya. Dengan catatan, harta tersebut ditemukan di tanah yang mubah (maksudnya, tidak ada pemiliknya, penerj) atau sisanya dimiliki oleh pemilik tanah dengan catatan, harta tersebut ditemukan ditanah yang ada pemiliknya. Sisa rikaz yang telah dizakati bisa dimiliki oleh penemunya ketika ia ditemukan di tanah yang ada pemiliknya, tetapi pemiliknya tidak mengakuinya. Akan tetapi, jika pemiliknya mengakuinya, maka sisa harta tersebut dimilik oleh pemilik tanah setelah ia bersumpah.
  Apabila rikaz ditemukan didaerah peperangan, sedangkan penemunya bisa dilakukan atas kerjasama sekelompok orang islam, maka harta temuan tersebut menjadi gehanimah bagi mereka. Namun, apabila rikaz tersebut ditemukan oleh seorang, ia dimiliki oleh penemunya. Hal seperti ini sama dengan ketika rikaz ditemukan ditanah mati yang terdapat diantara tanah-tanah orang islam.
  Rikaz yang wajib dikeluarkan kehumus-nya ialah setiap rikaz yang berupa harta; apapun jenisnya, bauk emas perak, besi, timah, tembaga, bejana, maupun yang lainnya . pendapat ini berdasarkan keumuman hadis dimuka, yakni “ dalam rikaz, ada kewajiban khumus”
  Kadar yang wajib dikeluarkan dari harta rikaz ialah khumus (seperlima). Dalilnya ialah hadis dimuka dan kesepakatan para ulama. Mengenai penyerahan menurut pendapat yang paling shahih dari dua riwayat yang diriwayatkan ahmad, sama dengan penyerahan harta fay’, yakni demi kemaslahatan umum. Pendapat ini berdasarkan perbuatan umar bin khathtab ketika menyelesaikan kasus ini. Alasan lainnya, karena rikaz merupakan harta yang bisa dibagi lima yanag tidak bisa diiliki oleh orang kafir. Dengan demikian, ia sama denaga khumus ghanimah.
   Setiap orang yang menemukan rikaz wajib mengeluarkan khumusnya, baik seorang muslim, seseorang kafir dzimmi, seorang merdeka, orang yang sudah dewasa, anak yang masih kecil, orang yang berakal maupun orang gila. Inilah pendapat jumhur.pendapat ini berdasarkan keumuman hadis” dalam rikaz ada kewajiban khumus,” sedangakan menurut mashab syafi’i, khumus tidak wajib dikeluarkan dari rikaz kecuali jika hata tersebut ditemukan oleh orag yang berkewajiban mengeluarkan zakat sebab khumus merupakan zakat.
   Seseorang boleh membagi-bagi khumusnya sendiri. demikianlah pendapat para fuqaha mutakhir karena ali bin abi thalib memerintahkan seseorang yang menemukan harta simpanan untuk membagi kan nya kepada orang-orang miskin. 
Daftar rujukan
Al Zuhayly, Wahbah. 2008. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar