ZAKAT BARANG TAMBANG DAN TEMUAN
Ada beberapa hal yang diperselisihkan oleh
para fuqaha, yaitu makna barang tambang (ma’din), barang temuan (rikaz), atau
harta simpanan (kanz), jenis-jenis barang tambang yang wajib dikeluarkan
zakatnya, dan kadar-kadar zakat untuk setiap barang tambang dan temuan.
Menurut
mazhab hanafi, barang tambang adalah barang temuan itu sendiri, sedangkan
menurut jumhur, keduanya berbeda. Barang tambang, menurut mazhab maliki dan
syafi’ adalah emas dan perak sedangkan menurut mazhab hanafi, barang tambang
ialah setiap yang di cetak dengan menggunakan api. Adaupun mazhab hambali
berpendapat bahwa yang di maksud barang tamabnag adalah semua jenis barang
tambang, baik yang berbentuk padat maupun cair.
Zakat yang mesti dikeluarkan dari harta
barang tambang, menurut mazhab hanafi dan maliki ialah seperlima, sedangkan
menurut mazhab syafi’i dan hanbali sebanyak seper empatpuluh. Mengenai zakat
yang mesti dikeluarkan dari rika (barang temuan), semua ulama mazhab sepakat
bahwa zakatnya seperlima (khumus).
Perbedaan dan persamaan pendapat diatas akan
bisa di lihat dalam rincian berikut. Perbedaan dan persamaan ini lahir,
mengingat bahwa harta yang wajib di keluarkan dalam barang tambang, dinamakan
zakat oleh jumhur sedangkan mazhab hanafi menamakannya sebagai ghanimah. Dalam
rikaz, menurut zumhur, kewajiban harta tersebut dijadikan sebagai ghanimah yang
dialokasikan untuk kepentingan umum sdangkan menurut mazhab syafi’i, kewajiban harta rikaz diberikan kepada
mustahiqq zakat.
Semua ulama mazhab sepakat bahwa nisab menjadi
syarat dalam harta barang tambang. Tetati, niab tidak menjadi syarat dalm
rikaz. Demikian menurut zumhur. Berbeda dengan mazhab syafi’i, menurutnya,
nisab menjadi syarat dalam zakat rikaz .
MAZHAB
HANAFI
Barang tambang, rikaz, dan harta terpendam
adalah satu, yakni setiap harta yang trpendam didalam bumi. Hanya saja, barang
tambang adalah harta yang diciptakan oleh Allah SWT ketika bumi ini diciptakan
sedangkan rikaz dan harta simpanan adalah harta yang dipendam oleh orang-orang
kafir.
Barang tambang terdiri atas tiga jenis yaitu:
1.
Barang padat
yang mencair dan bisa dicetak dengan cara memanaskannya dengan api, sperti dua
macam nuqud ( emas dan perak), besi,tembaga, timah dan air raksa. Inilah harta
yang zakatnya wajib dikeluarkan sebanyak seper lima, walaupun harta tersebut tidak mencapai nisab.
2.
Barang tambang
padat yang tidak mencair dan tidak bisa dicetak dengan cara memanaskannya
dengan api. Misalnya, kapur, batu celak, racun tikus, dan semua jenis bebatuan,
seperti yakut dan garam.
3.
Barang tambang
cair tidak padat, misalnya, aspal dan minyak tanah.
Zakat
sebanyak seper lima tidak diwajibkan kecuali pada jenis yang pertama, baik
barang tambang tersebut didapatkan dari tanah kharajiyyah maupun ‘usyriyyah.
Zakat seper lima ini diberikan kepada mustahiqq yang menerima khumus ghanimah.
Mazhab ini mengajukan alasannnya brdasarkan
dalil dari Al-quran dan hadis shohih, dan kias. Dalil Al-quran adalah ayat
berikut.
Yang
artinya ketahuilah, sesunggguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai ghonimah,
maka seperlimanya untuk Allah. (QS 8;41).
Barang
tambang dipandang sebagai ghonimah karena tanah yang mengandungnya berada
dibawah kekuasaaan orang-orang kafir, yang kemudian dikuasai oleh orang-orang
islam dengan cara kekerasan. Adapun dalil dari hadis ialah sabda nabi SAW. Berikut yang artinya ajma ( tanah yang didalamnya tidak terdapat
pepohonan) adalah jubar ( harta yang tidak ada sesuatupun didalamnya) ; sumur
adalah jubar, dan barang tambang adalah
jubar. Dalam rikas ada kewajiban khumus
Rikas
mencakup barang tambang dan barang terpendam sebab kata rikaz berasal dari
rakz, yakni markuz ( yang ditanam), baik yang ditanam oleh sang pencipta maupun
oleh mahluknya .
Adapun dalil dari kias Adalah berupa
pengkiasan barang tambang terhadap harta terpendam pada zaman jahiliah.
Keduanya mengandung makna ghonimah. Oleh karna itu, seperlima dari keduanya,
wajib dikeluarkan zakatnya. Selebihnya dari seperlima barang temuan tersebut
adalah milik pemilik tanah yang mengandungnya. Dengan catatan, barang temuan
tersebut di dapatkan dari tanah yang di milikinya. Namun, jika tanah tersebut
tidak di miliki oleh siapa pun, seperti padang pasir, maka selebihnya dari
seperlima tadi di miliki oleh penemunya.
Diwajibkannya seperlima dari barang temuan
adalah jika barang tersebut memiliki
tanda- tanda jahiliyah, misalnya terdapat gambar patung, salib atau yang
lainnya. Namun jika barang temuan tadi memiliki tanda- tanda islam, seperti
kalimat syahadat atau nama seorang hakim muslim, maka ia dipandang sebagai luqathah
dan tidak wajib di keluarkan zakatnya.
Begitu pula menurut abu hanifah, khumus
tidak di wajibkan ketika seseorang menemukan barang tambang atau barang temuan
yang di miliki sebab harta tersebut termasuk bagian bumi yang terdapat di dalam
nya. Semua bagian bumi tidak ada kewajiban pajak di dalamnya. Begitu juga
dengan harta barang tambang.
Berbeda dengn Abu hanifah, shahbani
berpendapat bahwa barang tambang dan barang temuan yang di dapatkan dari tanah
yang dimiliki wajib dikeluarkan khumusnya. Alasannya adalah bahwa hadis dimuka
bersifat umum (muthlaq), yakni hadis, “Dalam rikaz, ada kewajiban khumus. “
dalam hadis ini, tidak ada perbedaan antara tanah dan rumah, sedangkan Abu
Hanafiyah membedakan antara keduanya. Menurutnya, rumah dimiliki tanpa
adanya beban (sejenis pajak). Lain
halnya dengan tanah (bumi). Pendapat ini berdasarkan adanya kewajiban zakat
sepersepuluh dan pajak bagi tanah, sedangkan untuk rumah, tidak ada kewajiban
seperti itu. Oleh karena itu, zakat sepersepuluh dan pajak wajib dikeluarkan
dari tanah (bumi), sedangkan dari rumah tidak wajib dikeluarkan.
Dalam barang tambang jenis yang kedua dan ketiga
(yakni barang tambang yang tidak bisa dicetak dengan api dan barang tambang
cair) tidak ada kewajiban zakat kecuali air raksa yang cair. Ini wajib di
keluarkan zakat, yakni seperlima (khumus) sebab ia sama dengan timah.
Batu granit yang terdapat di gunung-gunung
berbatu tidak wajib dizakati. Pendapat ini berdasarkan hadist nabi saw. Berikut
yang artinya Tidak ada kewajiban khumus dalam bebatuan.
Zakat
tidak wajib di keluarkan dari mutiara, rumput laut, dan semua perhiasan yang
didapatkan dari laut, kendatipun berupa emas yang terpendam sebab perhiasan
yang di dapatkan dari laut tidak melalui unsur pemaksaan. Dengan demikian, ia
tidak di namakan sebagai ghanimah. Lain halnya jika perhiasaan tersebut di perdagangkan ( maka zakatnya
wajib di keluarkan, penerj).
Adapun harta yang wajib dikeluarkan dari
harta terpendam atau rikaz adalah seperlima. Dengan catatan, harta tersebut di
temukan dari tanah yang tidak ada pemiliknya. Pendapatan ini betdasarkan hadis
dimuka , yakni dalam rikaz ada kewajiban zakat seperlima. Termasuk kategori ini
adalah harta yang ditemukan dibawah tanah berupa senjata, peralatan, pakaian,
dan yang lainnya. Karena harta-harta tersebut merupakan ghanimah. Sama halnya
dengan emas dan perak.
Barang siapa memasuki daerah peperangan
dengan aman, kemudian menemukan harta rikaz di dalamnya, hendaknya dia
mengembalikan harta tersebut kepada penduduk daerah tersebut. Tujuannnya adalah
menghindari terjadinya penghianatan mereka sebab harta yang terdapat disuatu
daerah, kusus dimiliki oleh penduduknya. Apabia harta rikz tersebut tidak
dikembalikan kepda penduduk daerah tadi, kepemilikan terhadap harta tersebut
merupakan kepemilikan yang keji. Ia harus disedekahkan.
Apabila seseorang menemukan harta rikaz di
padang pasir yang terdapat di daerang peperangan harta tersebut menjadi pemilik
penemunya karena harta tersebut tidak di miliki secara khusus oleh seseorang.
Dengan demikian, tindakan seperti itu tidak akan mengakibatkan adanya
penghianatan, dan dalam harta tersebut tidak ada kewajiban apa-apa sebab
kedudukan penemunya sama dengan orang yang mencuri harta benda para prajurit
untuk di amankan di daerah muslim.
Mazhab Maliki
Menurut mazhab ini, barang tambang (ma’din)
tidak sama dengan rikaz. Barag tambang adalah harta yang di ciptakana oleh
Allah Swt. Di dalam tanah, baik berupa emas, perak, maupun yang lainnya.
Misalnya tembaga,timah, dan belerang. Untuk mengeluarkan barang tambang ini di
perlukan pekerjaan yang berat dan pembersihan.Sehubungan dengan kepemilikannya,
ada tiga jenis barang tambang yaitu :
1.
Barang tambang
yang didapatkan dari tanah yanag tidak dimiliki oleh seseorang. Harta ini
dimiliki oleh pemerintah. Harta tersebut dibagikan kepada orang-orang islam
atau disimpan di bayt al-mal demi kemaslahatan mereka, bukan untuk kepentingan
pemerintah.
2.
Barang tambang
yang didapatkan dari tanah yang dimiliki oleh seseorang tertentu. Harta ini
bisa dimiliki oleh pemilik tanah. Namun, menurut pendapat yang lain-dalam
mazhab ini harta tersebut dimiliki oleh pemilik tanah.
3.
Barang tambang
yang didapatkan dari tanah yang dimiliki bukan bukan oleh seseorang tertentu, misalnya
tanah penaklukan atau tanah perdamaian,. Tanah penaklukan dimiliki oleh
pemerintah, sedngkan tanah perdamaian adalah milik pemiliknya. Selam pemilik
tanah masih kafir, maka tanah tersebut tidak boleh diserahkan kepadanya. aKan
tetapi, jika dia memeluk islam urusnnya diserahkan kepada pemerintah .
Kesimpulnny
ilh bhw hukum harta barang tambang secara mutlak dimiliki oleh pemerintah
(yakni, penguasa atau wakilnya). Dengan catatan, selama pemilik atau penghuni
masih kafir, kecuali tanah perdamaian.
Zakt
yang wajib dikeluarkan dari barang tambang adalah seperempat sepuluh. Dengan
catatan, harta tersebut telah mencapai nisab, pemiliknya ialah orang merdeka
dan muslim. Syarat dalam harta ini sama dengan zakat. Hanya saja dalam zakat
harta barang tambang, tidak ada syarat harus mencapai hawl, melainkan ia wajib
dizakati seketika, seperti halnya tanaman.
Barang tambang yang wajib dizakati hanya
emas dan perak. Barang tambang yang lainnya tidak wajib dizakati, misalnya
tembaga, timah, air raksa dan yang lainnya kecuali jika barang-barang tambang
tersebut diperdagangkan. Terjadinya perbedaan antara mazhab ini dan mazhab
hanafi mengenai kadar yang wajib dizakati ialah nama rikaz itu sendiri. apakah
ia mencakup barang tambang atau tidak? Menurut mazhab hanafi, rikaz mencakup
barang tambang. Oleh karena itu, bagi barang tambang yang berlaku hukum hadis
dimuka, yakni “di dalam rikaz ada kewajiban seperlima, “ sedangkan mazhab
maliki berpendapat bahwa rikaz tidak mencakup baang tambang. Oleh karena itu
zakatnya sama dengan zakat nuqud (emas dan perak), yakni seperempat puluh
(2,5%) dan diserahakan kepada mustahiqq zakat.
Barang tamabang yang didapatkan untuk yang
kedua kalinya, zakatnya digabungkan dengan barang tambang yang didapatkan
sebelumnya. Dengan catatan, kedua barang tambang tersebut didapatkan dari asal
yang sama, yakni tempat keduanya berkaitan, bersambungan. Dengan demikian,
apabila kedua barang tambang tersebut mencapai nisab atau lebih, zakatnya wajib
dikeluarkan walaupun keduanya didapatkan dengan mudah.
Suatu asal barang tambang tidak boleh
digabungkan dengan asal yang lain.
Seperti halnya barang tambang, ia tidak boleh digabungkan dengan barang tambang
yang lain. Dari setiap barang tambang, zakatnya dikeluarkan secara terpisah.
Dalam barang tambang , ada sebuah
pengecualian untuk suatu benda yang dinamakan dengan nadrah, yakni bagian yang
murni dari emas atau perak yang pembersihannya dari tanah sangat mudah.
Maksudnya, pembersihannya dari tanah tidak membutuhkan usaha yang berat. Untuk nadrah,
zakat mesti dikeluarkan darinya ialah
seperlima kendatipun kurang dari nisab. Zakatnya diserahkan seperti
ghanimah, yakni untuk kemaslahatan umat islam. Penyerahan zakat seperti ini
adalah seperti pendapat mazhab hanafi mengenai barang tambang yang bisa dicetak
dengan api.
Adapun
rikaz atau harta terpendam ialah harta pendaman jahiliyah, baik berupa emas,
perak maupun yang lain nya. Jika kedudukan nya suatu barang pendaman di
ragukan, apakah ia termasuk barang jahiliyah atau bukan, maka ia termasuk
barang jahiliyah.
Mengenai hukum ke pemilikan nya harta rikaz
bisa berbeda bergantung pada tanah tempat di temukan nya harta tersebut. Lebih
tempatnya ada empat macam, yaitu :
1.
rikaz ditemukan
di tanah yang tidak dimiliki dan merupakan harta pendaman jahiliyah. Harta
seperti ini di miliki oleh penemunya.
2.
rikaz di temukan di tanah yang ada pemiliknya.
Harta temuan ini dimiliki oleh pemilik tanahnya asli, yakni orang yang
menghidupkannya atau mewarisinya bukan milik penemunya, bukan pula milik orang
yang memiliki tanah tersebut dengan cara membeli atau hibah dari orang lain,
melainkan harta tersebut dimiliki oleh penjual tanah yang asli atau pemberi
hibah. Harta rikaz ini dimiliki oleh keduanya, dengan catatan, keduanya
diketahui. Jika tidak, harta tersebut dipandang sebagai luqathah ( barang
temuan).
3.
rikaz di
temukan di tanah yang didapatkan melalui penahklukan (kekerasan). Harta ini di
miliki oleh penemunya.
4.
rikaz di
temukan di tanah yang didapatkan perjanjian, harta ini juga di miliki oleh
penemunya.
Keempat
jenis rikaz di atas dapat di anggap rikaz selama harta tersebut tidak di
temukan di daerah muslim. Jika ia di temukan di daerah muslim, hukumnya sama
dengan barang luqathah. Ia mesti di sebarkan dahulu dalam jangka waktu setahun.
Jika kemudian tidak ada yang mengakuinya , harta tersebut milik penemunya.
Secara mutlak, kewajiban mengeluarkan
seperlima (khumuz) wajib dikeluarkan dari rikaz, baik berupa emas, perak,
maupun yang lainnya; baik ditemukan oleh seorang muslim maupun oleh non muslim.
Khumus diberikan seperti halnya ghanimah, yakni untuk kemaslahatan umum. Hanya
saja, jika proses penemuan rikaz tersebut membutuhkan pekerjaan yang berat dan
biaya yang mahal, zakat yang wajib
dikeluarkan darinya adalah seperempat (2,5%) dan diberikan kepada para
mustahiqq zakat.
Nisab tidak menjadi syarat dalam harta
rikaz. Sisa harta rikaz, setelah zakatnya dikeluarkan, adalah milik penemunya.
Hanya saja, jika harta tersebut diperoleh dari tanah yang ada pemiliknya, sebagaimana telah
dijelaskan, sisanya dimiliki oleh pemilik tanah yang asli.
Harta yang di hempaskan oleh lautan, tidak
wajib di zakati. Dengan catatan, harta tersebut tidak dimiliki oleh seorang
pun, misalnya ikan paus, permata, mutiara dana biota laut. Harta harta ini di
miliki oleh penemu yang memegang pertama kalitanpa harus di keluarkan
khumus-nya karena asal harta tersebut adalah mubah. Apabila ternyata harta
tersebut sebelumnya di miliki oleh kaum jahiliyah, harta tersebut di miliki
oleh penemunya. Ia wajib di keluaran khumus-nya karena termasuk harta rikaz.
Dan apabila dia mengetahui bahwa harta tersebut milik orang muslimatau
kafirdzimmi, kedudukan nya sebagai harta luqathah. Ia mesti disebarluaskan
informasinya selama satu tahun.
MAZHAB SYAFI’I
Barang tambang tidak sama dengan rikaz.
Barang tambang ialah harta yang di keluarkan dari suatu tempat yang di ciptakan
allah swt. Ia hanya khusus berkenaan dengan perak dan emas. Pendapat ini sama
dengan pendapat mazhab maliki.
Zakat yang wajib di keluarkan dari barang
tambang ialah seperempat puluh. Dengan catatan, barang tersebut berupa emas
atau perak, bukan selain keduanya seperti, yuqut, zamrut, tembaga, dan besi
baikdi temukan di tanah yang mubah (tidak ada pemiliknya) maupun tanah yang di
miliki oleh seorang muslim yang merdeka. Pendapat ini berdasarkan keumuman
dalil- dalil mengenai zakat-zakat di muka, seperti hadis “ dalam harta perak,
ada kewajiban zakat seperlima. “ dengan syarat
sebagai mana dikemukakan oleh sebagian imam mazhab harta tersebut telah
mencapai nisab. menurut mazhab ini dalam barang tambang tidak ada syarat hawl karena
dijadikan nya hawl. sebagai syarat merupakan penujuk utuhnya pertumbuhan harta,
sedangkan harta yang di kuluarkan dari barang tambang telah berkembang dengan sendirinya.
Dengan demikian, kedudukannya sama dengan buah-buahan dan tanaman.
Sebagian harta barang tambang digabungkan
dengan sebagian yang lain. Dengan catatan, penambangannya terjadi pada tempat
yang sama dan dilakukan pada waktu yang berturut-turut. Dalam penggabungan ini,
harta yang pertama tida di syaratkan harus bersisaa, sedangkan kesamaan tempat
menjadi syarat. Seandainya tempat penambangan terjadi ditempat yang berbeda,
harta tambang yang satu tidak boleh digabungkan dengan harta barang-barang
tambanag lainnya sebab pada umumnya, perpindahan tempat penambangan selalu merupakan permulaan
pekerjaan.
Apabila penambangan terputus, misalnya untuk
memperbaiki peralatan, atau menghindari penyakit, atau melakukan perjalanan,
kemudian diteruskan kembali, hasilnya boleh digabungkan walaupun kwtwrputusan
itu terjadi dalam waktu yang lama. Dengan syara, keterputusan itu tidak
disengaja untuk meninggalkan penambangan. Apabila keterputusan tersebut
dilakukan tanpa adanya uzur, hasilnya tidak boleh digabungkan sebab
keterputusan itu dilakukan dengan maksud untuk meninggalkan penambangan.
Hasil penambanagan yang kedua boleh
digabungkan dengan hasil penambangan yang pertama, seperti halnya hasil
penambangan tersebut boleh digabungkan dengan harta yang telah ada untuk
menyempurnakan nisab. Zakat barang tambnag dikeluarkan setelah ia dibersihkan
dari tanah. Apabila zakatnya dikeluarkan sebelum ia dibrsihkan, zakatnya belum
cukup.
Adapaun yang di maksud dengan rikaz ialah
harta pendaman jahiliyah. Di dalamnya, sebagaimana di tetapkan oleh mazhab
hanafi, ada kewajiban khumus yang wajib di keluarkan seketika. Syaratnya ialah
seperti syarat yang ada dalam zakat, yakni merdeka, islam, dan mencapai nisab.
Dan rikaz tersebut berupa naqdayn ( emas dan perak, baik yang telah di cetak
maupun yang masih berupa lempengan) alasannya karena rikaz merupakan harta yang
dimanfaatkan dari dalam bumi. Oleh karena itu, pengeluarannya hanya kusus untuk
harta yang wajib dizakati, baik kadarnya maupun jenisnya, seperti halnya hasil
penambangan. Dalam rikaz, tidak ada syarat hawl. Menurut pendapat yang mashur,
zakat rikaz diserahkan kepada para mustahiqq zakat. Dalil yang mengenai kadar
yang wajib dikeluarkan dari rikaz ialah hadis yang diriwayatkan oleh abu
hurayroh dimuka, yakni” dalam rikaz ada kewajiban zakat seperlima.”
Apabila harta rikaz tersebut tidak berupa
pendaman jahiliyah, yakni pendaman harta yang islami yang memiliki tanda-tanda
keislaman, harta tersebut kepunyaan pemilik dan pewarisnya. Begitupun ketika
harta terseut tidak diketahui identitasnya; apakah ia merupakan hartabjahiliyah
ataukah harta yang islami. Alasannya, karena kepemilikan harta seorang musim
tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh seseorang atau beberapa orang. Apabila
pemiliknya tidak diketahi, harta tersebut dipandang sebagai luqathah. Penemunya
wajib menyebarkannya sebagai mana dia juga wajib menyebarkan luqathah yang
ditemukan dipermukaan tanah.
Apabila harta rikaz ditemukan di sebuah tanah
yang dimiliki oelh seseorang atau diwakafkan, harta itu milik orang tersebut.
Dengan catatan, orang tadi mengakuinya. Dia boleh mengambil hartanyatanpa harus
mengucapkan sumpah, seperti halnya barang-barang yang terdapat di dalam rumah.
Tetapi, apabila orang tersebut tidak mengakuinya, misalnya dia mendiaminya atau
menafikanya, maka harta tersebut dimiliki oleh pemilik tanah yang terdahulu.
Begitulahseterusnya sampai harta tersebut ditanyakan kepada pemelihara tanah.
Apabila harta rikaz ditemukan didalam masjid,
atau jalan raya, menurut pendapat mazhab ini, harta tersebut dipandang sebagai
luqathah. Ia diperlakukan seperti halnya luqathah karena setiap orang muslim
berhak terhadap harta tersebut, sedangkan pemilknya tidak diketahui secara
pasti oleh karena itu, ia dinamakan oleh luqathah.
Apabila kepemilikan harta rikaz
diperselisihkan oleh pembeli dan penjual, penyewa dan orang yang menyewakan,
atau peminjam dan pemberi pinjaman, maka yang dibenarkan adalah pembeli,
penyewa, dan peminjam setelah mereka bersumpah. Hal yang sama dilakukan ketika
terjadinya perselisihan mengenai perabot rumah tangga.
MAZHAB
HANBALI
Menurut mazhab ini, baran tambang tidak sama
dengan rikaz. Barang tambang adalah harta yang di keluarkan dari dalam bumi
yang di ciptakana oleh Allah Swt. Ia bukan jenis bumi itu sendiri, juga bukan
merupakan harta yang sengaja dependam, baik berupa barang padat maupun barang
cair.
Kepemilikan barang-barang tambang yang
berbentuk padan sama dengan emas, perak, dan tembaga. Harta-harta tersebut
dimiliki sesuai dengan kedudukan tanah yang mengandungnya karena barang tambang
merupakan salah satu bagian yang
terdapat dalam tanah. Barang tambang, kedudukan nya sama dengan tanahatau
bebatuan yang tetap. Berbeda dengan rikaz. Rikaz tidak termasuk bagian dalam
tanah. Oleh karena itu rikaz dimiliki oleh pemiliknya. Dialah yang paling
berhak atas harta tersebut.
Jika barang tambang dikerjakan oleh dua orang,
orang yang pertama lebih berhak atas harta tersebut. Dengan catatan, dia
melakukan penambangan, jika dia meninggalkan penambangannnya seorang yang lain
boleh melakukan penambangan ditempat orang tadi. Jika sebuah harta ditemukan
disebuah tempat yang pemiliknya diketahui, dia dimiliki oleh pemilik tempat
tersebut.
Adapun barang- barang tambang yang cair,
seperti benda yang melepuh dan mengandung air, atau racun tikus dan yang
lainnya maka hukumnya mubah pada setiap keadaan. Hanya saja, seseorang di
makruhkan untuk ikut memilikinya tanpa
seizin pemiliknya.
Barang tambang yang zakatnya wajib di
keluarkan ialah setiap harta yang di ciptakan oelh Allah Swt. Yang di keluarkan
di dalam tanah. Dengan demikian,jika emas sebanyak 20 mitsqal atau perak sebanyak
200 dirham, dikeluarkan dari dalam tanah, makan zakatnya wajib di keluarkan
seketika itu juga (yakni, waktu penambangannya). Begitu juga barang tambang
yang lain yang harganya mencapai harga emas atau perak , misalnya besi, emas,
perak, tembaga atau air raksa, yaqut, zamrut, batu kristal, batu akik, batu
celak, racun tikus, barang-barang tambang cair, seperti aspal, benda yang
melepuh, belerang dan barang-barang lain yang dikeluarkan dari dalam perut
bumi.
Dalil
pendapat di atas adalah keumuman ayat berikut.
“
hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi
untukmu. (QS 2:267)
Alasan lain karena barang-barang di atas
merupakan barang hasil penambangan. Oleh karena itu, zakat yang semestinya di
keluarkandarinya sama dengan atsman (emas dan perak). Adapun tanah tidak
termasuk dalam kategori barang tambang sebab tanah adalah debu, sedangkan
barang tambang ialah barang barang yang terdapat di dalam tanah yang jenisnya
tidak sama dengan tanah.
Harta yang wajib dikeluarkan dari barang
tambang ialah seperempat puluh (2,5%). Kedudukannya, seperti yang dikemukakan
oleh mazhab syafi’i, sama dengan zakat. Pendapat ini berdasarkan hadis yang
diriwayatkan dari Abu Ubayd. Dia
mengatakan bahwa rasulullah SAW. Memberikan keputusan kepada bilal bin
al-harits al- muzni mengenai barang tambang yang didapatkannya dari daerah
qobaliyah. Itulah barang- barang tambang yang darinya tidak dikeluarkan kecuali
zakat sampai hari ini.
Lagi pula, dalam barang tambang terdapat
kewajiban yang haram diberikan kepada kaum kerabat yang kaya. Dengan demikian,
kewajiban tersebut merupakan kewajiban yang mesti di keluarkan oleh atsman
(emas dan perak) yang di miliki.
Nisab barang penambang adalah sebagai
berikut. Emas sebanyak 20 mitsqal. Perak sebanyak 200 dirham. Adapun barang
tambang selain keduanya, nisabnya sebanyak harga keduanya. Pendapat ini
berdasarkan hadis-hadis berikut. Yang artinya: perak yang (jumlahnya) kurang
dari lima uqiyah tidak (wajib) dizakati., (perak) yang jumlahnya 190 dirham
tidak (wajib) dizakati, kalian tidak berkewajiban apa pun dalam emas sehingga
ia mencapai 20 mitsqal.
Barang tambang tidak disyaratkan harus
mencapai hawl karena harta tersebut didapatkan secara langsung. Dengan
demikian, ia disamakan dengan tanaman dan buah-buahan.
Nizab zakat barang tambang bisa diperoleh
dari satu kali hasil penambangan atau dari, dari beberapa hasil penambangan
yang tidak diiringi oleh pekerjaan- pekerjaan lain yang dilakukan dengan maksud
meremehkan. Tetapi, penambangan yang dihentikan pada malam hari untuk
beristirahat, karena adanya uzur ( seperti sakit), memperbaiki peralatan, atau
yang lainnya, tidak dipandang menghentikan hukum pekerjaan penambangan.
Barang tambang yang dihasilkan dalam dua
pekerjaan boleh digabungkan untuk menyempurnakan nisab tetapi jenis satu barang
tambang tidak boleh digabungkan dengan jenis barang tambang yang lain. Setiap
barang tambang dipandang memiliki nisab yang tidak terikat dengan barang
tambang yang lainnya sebab barang- barang tambang terdiri atas beberapa jenis.
Oleh karena itu, nisab setiap barang tambang yang tidak bisa disempurnakan oleh
jenis barang tambang yang lain kecuali barang tambang berupa mas dan perak.
Kedua barang tambang ini boleh digabungkan untuk menyempurnakan nisab.
Sebagaimana penggabungan jenis barang tambang yang lain boleh digabungkan
dengan keduanya dan sebagaimana harta perdagangan boleh digabungkan dengan emas
dan perak.
Zakat wajib dikeluarkan dari barang tambang
ketika harta tersebut dikeluarkan dari dalam tanah dan telah mencapai nisab.
Menurut kesepakatan imam mashab, hawl tidak menjadi syarat dalam zakat harta barng
tambang. Alasannya karena baranag tambang merupakan harta bumi yang bisa
dimanfaatkan. Oleh sebab itu, hawl tidak menjadi syarat baginya, seperti
halnyatanaman, buah-buahan, dan rikaz.
Dalam
zakat barang tambang, ada dua syarat, yaitu :
Pertama, setelah dibentuk dan
dibersihkan, emas dan perak hasil penambangan tersebut telah mencapai nisab
atau jika barang tambang tersebut tela mencapai nisab tanpa di bentuk terlebih
dahulu atau jika barang tambang tersebut bukan merupakan emas dan perak, tetapi
harganya telah mencapai nisab.
Kedua, orang yang melakukan
penambangan merupakan orang yang mengeluarkannya adalah seorang kafir dzimmmi,
seorang kafir, seorang pengutang, atau yang lainnya, barang tambang itu tidak
wajib di keluarkan zakatnya.
Barang
tambang yang di peroleh dari dalam laut tidak wajib dizakati, seperti permata,
batu karang, ikan paus, ikan dan yang lainnya. Pendapat ini berdasarkan
pernyataan ibn abbas berikut
“ikan
paus tidak wajib dizakati, sesungguhnya ika paus merupakan sesuatu yang dilemparkan
oleh laut”
Jabir juga meriwayatkan hal yang sama. Lagi
pula, pada zaman rosullulah Saw. Dan para halifah sesudahnya, hasil tambang
dari laut pernah terjadi. Tetapi harta tersebut tidak dizakati baik pada zaman
rosulullah saw. Maupun para khalifah
sesudahnya karena hukum asal barang tambang yang didapatkan dari laut tidak
wajib dizakati. Mengkiaskannya dengan barang tambang dari darat adalah tidak
sah. Alasannya, karena ikan paus dilemparkan oleh laut. Dengan demikian
kedudukannya sebagai barang yang dilemparkan dipermukaan bumi, tanpa adanya
usaha yang melelahkan. Oleh karena itu, ia sama dengan harta-harta mubah yang
diperoleh dari darat.
Adapun rikaz ialah harta pendaman jahiliyah,
yakni harta orang kafir yang diambil pada zaman islam, baik sedikit maupun
banyak. Termasuk kategori ini ialah barang yang ditemukan diatas permukaan bumi
yang mengandung tanda kekafiran. Kewajiban yang mesti dikeluarka dari rikaz
ialah kehumus. Pendapat ini juga dikemukakan oleh mashab hanafi, maliki, dan
syafi’i pendapat ini berdasarkan hadis mutaftafaq’ alayh di muka,” dalam rikaz
ada kewajiban kehumus.” Apabila dalam barang temuan tersebut terdapat
tanda-tanda islam tersebut misalnya, terdapatnya ayat al-quran, nama nabi Saw;
salah seorang kahalifah umat islam, atau wali mereka, maka kedudukannya adalah
sebagai luqathah. Dia diperlakukan seperti halnya luqqathah karena harta
tersebut merupakan milik seorang muslim yang kepemilikannya tidak hilang.
Kehumus rikaz disimpan di bayt al-mal. Yang
digunakan demi kemaslahatan umat, sedangkan sisanya dimiliki oleh penemunya.
Dengan catatan, harta tersebut ditemukan di tanah yang mubah (maksudnya, tidak
ada pemiliknya, penerj) atau sisanya dimiliki oleh pemilik tanah dengan
catatan, harta tersebut ditemukan ditanah yang ada pemiliknya. Sisa rikaz yang
telah dizakati bisa dimiliki oleh penemunya ketika ia ditemukan di tanah yang
ada pemiliknya, tetapi pemiliknya tidak mengakuinya. Akan tetapi, jika
pemiliknya mengakuinya, maka sisa harta tersebut dimilik oleh pemilik tanah
setelah ia bersumpah.
Apabila rikaz ditemukan didaerah peperangan,
sedangkan penemunya bisa dilakukan atas kerjasama sekelompok orang islam, maka
harta temuan tersebut menjadi gehanimah bagi mereka. Namun, apabila rikaz
tersebut ditemukan oleh seorang, ia dimiliki oleh penemunya. Hal seperti ini
sama dengan ketika rikaz ditemukan ditanah mati yang terdapat diantara
tanah-tanah orang islam.
Rikaz yang wajib dikeluarkan kehumus-nya
ialah setiap rikaz yang berupa harta; apapun jenisnya, bauk emas perak, besi,
timah, tembaga, bejana, maupun yang lainnya . pendapat ini berdasarkan keumuman
hadis dimuka, yakni “ dalam rikaz, ada kewajiban khumus”
Kadar yang wajib dikeluarkan dari harta rikaz
ialah khumus (seperlima). Dalilnya ialah hadis dimuka dan kesepakatan para
ulama. Mengenai penyerahan menurut pendapat yang paling shahih dari dua riwayat
yang diriwayatkan ahmad, sama dengan penyerahan harta fay’, yakni demi
kemaslahatan umum. Pendapat ini berdasarkan perbuatan umar bin khathtab ketika
menyelesaikan kasus ini. Alasan lainnya, karena rikaz merupakan harta yang bisa
dibagi lima yanag tidak bisa diiliki oleh orang kafir. Dengan demikian, ia sama
denaga khumus ghanimah.
Setiap orang yang menemukan rikaz wajib
mengeluarkan khumusnya, baik seorang muslim, seseorang kafir dzimmi, seorang
merdeka, orang yang sudah dewasa, anak yang masih kecil, orang yang berakal
maupun orang gila. Inilah pendapat jumhur.pendapat ini berdasarkan keumuman
hadis” dalam rikaz ada kewajiban khumus,” sedangakan menurut mashab syafi’i,
khumus tidak wajib dikeluarkan dari rikaz kecuali jika hata tersebut ditemukan
oleh orag yang berkewajiban mengeluarkan zakat sebab khumus merupakan zakat.
Seseorang boleh membagi-bagi khumusnya
sendiri. demikianlah pendapat para fuqaha mutakhir karena ali bin abi thalib
memerintahkan seseorang yang menemukan harta simpanan untuk membagi kan nya
kepada orang-orang miskin.
Daftar
rujukan
Al
Zuhayly, Wahbah. 2008. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar