Rabu, 06 Desember 2017

risiko pembiayaan pada bank islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Bank syariah merupakan lembaga keuangan bank yang dikelola dengan dasar-dasar syariah, baik itu berupa nilai prinsip dan konsep. Sebagai sebuah entitas bisnis, dalam kegiatan usahanya bank khususnya bank syariah menghadapi risiko-risiko yang memiliki potensi mendatangkan kerugian. Risiko ini tidaklah bisa selalu dihindari tetapi harus dikelola dengan baik tanpa harus mengurangi hasil yang harus dicapai. Risiko yang dikelola dengan tepat dapat memberikan manfaat kepada bank dalam menghasilkan laba.
Sebagai salah satu pilar sektor keuangan dalam melaksanakan fungsi intermediasi dan pelayanan jasa keuangan, sektor perbankan jelas sangat memerlukan adanya distribusi risiko yang efisien. Tingkat efisiensi dalam distribusi risiko inilah yang nantinya menentukan alokasi sumberdaya dana di dalam perekonomian. Oleh karena itu pelaku sektor perbankan, dan bank syariah khususnya di tuntut untuk mampu secara efektif mengelola risiko yang dihadapinya. Salah satunya adalah risiko pembiayaan dalam bank islam. Karena pembiayaan merupakan salah satu faktor terpenting dalam menjaga sistem operasional perbankan agar tetap berjalan dengan baik, maka harus ada manajemen risiko yang mampu menangani masalah pembiayaan pada perbankan syariah. Untuk itu akan dibahas masalah risiko pembiayaan lebih lanjut dalam makalah ini.


B.  Rumusan Masalah
1.    Apa saja fungsi bank islam?
2.    Bagaimana urgensi manajemen risiko pembiayaan pada bank islam?
3.    Apa definisi risiko pembiayaan dan cakupanya?
4.    Bagaimana peranan Rahn dan Kafalah?
5.    Apa saja faktor penentu risiko pembiayan?
6.    Bagaimana provisi risiko pembiayaan?
7.    Bagaimana limit risiko pembiayaan?
8.    Bagaimana risiko konsentrasi fortofolio pembiayaan?
9.    Pengelolaan fortofolio pembiayaan?

C.  Tujuan Masalah
1.    Mengetahui fungsi bank islam
2.    Mengetahui urgensi manajemen risiko pembiayaan pada bank islam
3.    Mengetahui definisi risiko pembiayaan dan cakupanya
4.    Mengetahui peranan Rahn dan Kafalah
5.    Mengetahui faktor penentu risiko pembiayan
6.    Mengetahui provisi risiko pembiayaan
7.    Mengetahui limit risiko pembiayaan
8.    Mengetahui risiko konsentrasi fortofolio pembiayaan
9.    Mengetahui fortofolio pembiayaan.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  FUNGSI BANK ISLAM
Bank islam atau syariah memiliki tiga fungsi utama yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi, menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana dari bank, dan juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah.
1.    Menghimpun dana dari masyarakat
Bank sayariah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dengan menggunakan akad wadiah dan dalam bentuk investasi dengan menggunakan akad mudarabah. Dalam akad wadiah dimana pihak pertama menitipkan dananya kepada bank, dan bank menerima titipan untuk dapat dimanfaatkan titipan tersebut dengan transaksi yang diperbolehkan dalan islam. Dalam akad mudarabah pihak mudharib dapat memanfaatkan dana yang diinvestasikan oleh shahibul maluntuk tujuan tertentu yang diperbolehkan dalam islam.
Masyarakat mempercayai bank syariah sebagai tempat yang aman untuk melakuakan investasi dan menyimpan dana. Masyarakat yang kelebihan dana membutuhkan keberadaan bank syariah untuk menitipkan dananya atau menginvestasikan dananya dengan aman.
2.    Penyaluran dana kepada masyarakat
Bank menyalurkan dana kepada masyarakat dengan menggunakan beramacam-macam akad, antara lain akad jual beli dan akad kemitraan atau kerja sama usaha. Kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat, disamping merupakan aktivitas yang dapat menghasilkan keuntungan dan bagi hasil, juga untuk memanfaatkan dana yang idle (idle fund).[1]
3.    Pelayanan jasa bank
Pelayanan jasa bank syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Berbagai jenis pelayanan jasa yang dapat diberikan bank syariah antara lain jasa pengiriman uang (transfer, pemindahbukuan, penagihan surat berharga, kliring, latter of kredit dan lainnya). Aktivitas pelayanan jasa merupakan aktivitas yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan bank yang berasal fee atas pelayanan jasa bank sehingga bank sayariah belomba-lomba untuk berinovasi dalam meningkatkan kualitas produk layanan jasanya.[2]

B.  URGENSI MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN PADA BANK ISLAM
Dalam perspektif persaingan, proses menyeleksi debitur dan menetapkan “harga”, berdasarkan profil risiko dan kontribusinya terhadap portofolio pembiayaan bank Islam haruslah menjadi penting. Buruknya proses seleksi dapat mengakibatkan bank mengalami risiko salah pilih (adverse selection). Bank yang tidak mampu membedakan profil risiko dari calon debitur tanpa menggunakan strategi diferensiasi harga, memungkinkan terjadinya salah penetapan harga. Debitur baik merasa diberikan harga terlalu tinggi dan membuat mereka kabur. Sebaliknya, debitur jelek merasa diberikan harga yang rendah sehingga mendorong mereka untuk masuk. Kondisi ini, dalam jangka panjang, akan menyebabkan portofolio bank diisi hanya oleh debitur yang jelek dengan tingkat risiko yang tinggi.
Setiap regulator di masing-masing negara akan memaksa perbankan untuk menjaga tingkat risikonya, melalui berbagai regulasi dan peraturan. Seperti, di Indonesia, BI menetapkan aturan CAR (capital adequacy ratio), perhitungan NPF, pelaporan berkala, dan sebagainya. Secara internasional, pada tahun 1988 di Basel, Swis, terbentuklah basel I yang merupakan serangkaian kebijakan bank sentral dari seluruh dunia terkait persyaratan minimum modal untuk bank yang diterbitkan oleh komite basel. Kemudian tahun 2004, negara G30 menyempurnakan basel I dan lahirlah basel II yang telah mencakup risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional dari bank. Dan pada tahun 2010, keluarlah basel III untuk menyempurnakan basel II.
Bank Indonesia mengadopsi aturan basel II dan IFSN dalam mendesain peraturan manajemen risiko, yakni melalui PBI Nomor 13/23/PBI/2011. Bank yang tidak mampu mengatasi risikonya akan dikenakan tingkat risiko standar yang ditetapkan oleh regulator. Dalam basel II dan basel III, ini dikenal dengan standardized approach. Ini seharusnya menjadi insentif bagi bank Islam untuk segera memiliki dan menerapkan sistem manajemen risiko, termasuk alat pengukurannya, agar kemampuan bank dalam menyalurkan.

C.  DEFINISI RISIKO PEMBIAYAAN DAN CAKUPANNYA
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.
Menurut M. Syafi’I Antonio menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.[3]
Sedangkan menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan :
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Yang dimaksud dengan risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajiban pada bank syariah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dengan terkait pembiayaan korporasi.
1.    Risiko terkait produk
a.    Risiko terkait pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts (NCC)
Yang dimaksud dengan Analisis Resiko Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh resiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis  Natural Certainty Contracts,  seperti murabahah, ijarah, ijarah muntahia bit tamlik, salam, dan istisna’.
Penilain risiko ini mencakup 2 (dua) aspek, yaitu sebagai berikut.
1)   Default Risk (risiko kebangkrutan) yakni risiko yang terjadi pada First Way Out.
2)   Recovery Risk (risiko jaminan) yakni risiko yang terjadi pada Second Way Out.
Default Risk (risiko kebangkrutan) yakni risiko yang terjadi pada First Way Out yang dipengaruhi oleh hal-hal berikut.
1)   Industry Risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh hal-hal berikut.
-        Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan
-       Riwayat eksposur pembiayaan yang bersangkutan di bank konvensional dan pembiayaan yang bersangkutan di bank syariah, terutama perkembangan Non Perfoming Financing jenis usaha yang bersangkutan.
-       Kinerja kekurangan jenis usaha yang bersangkutan (industry financial standard).
-       Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan.[4]
2)   Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah, seperti kondisi group usaha, keadaan force majere, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet (L/c import, bank garansi), market risk (force risk, interest risk, security risk), riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.
Reconvery Risk (risiko jaminan) yakni risiko yang terjadi pada Second Way Out yang dipengaruhi oleh hal-hal berikut.
1)   Kesempurnaan pengikatan jaminan
2)   Nilai jual kembali jaminan (marketabillity jaminan)
3)   Faktor negatif lainnya, misalnya tuntutan hukum pihak lain meminta lamanya taksasi ulang jaminan.
4)   Kreditabilitas penjamin (jika ada).
Default Risk akan menentukan Customer Risk Rating (CRR tingkatan nasabah). Jika kondisi Industry risk dan kondisi internal  perusahaan baik, maka CRR akan tinggi ratingnya atau rendah risikonya serta Rating dan score sebagai berikut
Rating
Score
Tingkat Risiko
1= baik sekali
5
Very low risk
2 = baik
4
Low risk
3 = cukup/sedang
3
Moderate risk
4 = kurang
2
High risk
5 = buruk sekali
1
Very high risk

Kondisi internal perusahaan diukur dari hasil value manajemen, pemasaran, teknis produksi, keuangan perusahaan kemudian keuangan perusahaan (rasio keuangan perusahaan) dibadingkan dengan kinerja keuangan rata-rata industri.  Industry Rating diukur pada tingkat nasional dan ciri-ciri umum sebagai berikut.[5]
Score
Industry Risk Rating
Ciri-ciri umum
5
Very low risk
Prospek permintaan sangat baik standar industry sangat kuat, kinerja keuangan dan kinerja pinjaman diatas rata-rata industri
4
Low risk
Diatas rata-rata kinerja industry
3
Moderate risk
Rata-rata industri proposal pembentukan yang memadai dan mempunyai keamanan keuangan cukup untuk membayar uang pinjaman
2
High risk
Di bawah rata-rata kinerja industry
1
Very high risk
Industri berisiko untuk diberikan pinjaman dengan prospek dan kemampuan keuangan meragukan

Recovery Risk merupakan pembayaran kembali atas sisa pinjaman nasabah dari hasil jaminan, apabila First Way Out tidak dapat diharapkan lagi. Dalam menilai recovery risk ini dianalisa Ratio Pemenuhan Jaminan (RPJ), yaitu prosentase NTJ Total Jaminan dan diberi rating sebagai berikut.[6]

D.  PERANAN RAHN DAN KAFALAH
Kelompok akad pembiayaan berbasis utang, yakni qardhul hasan, jual beli muajjal, jual beli salam, istisna’ dan ijarah, memiliki karakteristik bahwa nilai yang tercantum dalam kontrak harus dilunasi oleh debitur. Meskipun sama-sama menggunakan bentuk utang, akad qardhul hasan dapat dibedakan dengan jenis akad utang lainnya berdasarkan boleh atau tidaknya mengambil keuntungan pada waktu menetapkan nilai kontar. Qardhul hasan mrupakan akad yang murni ditunjukkan untuk menolong orang lain. Berbeda dengan akad qardhul hasan, akad utang lainnya, yakni jual beli muajjal, jual beli salam, istisna’ dan ijarah. Muncul dari jual beli sehingga memungkinkan menetapkan margin keuntungan sebagai bentuk imbal hasil dan dimaksudkan dalam nilai kontrak.
Agunan (rahn) merujuk pada harta yang dijaminkan oleh debitur. Sedangkan jaminan (khafalah), merujuk pada jaminan yang diberikan pihak ketiga tersebut akan menanggung pelunasan utang dari debitur jika debitur gagal bayar, karena sebab pailit atau kabur. Dalam kondisi ini, penjamin memiliki kedudukan yang sama dengan debitur pada waktu awal pelunasan. Ketika debitur mengalami gagal bayar, dan bank menginginkan kembalinya modal secepatnya, likuidasi harta yang diagunankan menjadi solusi terbaik. Likuidasi agunan diperlukan agar tidak terjadi kemudaratan. Terkaid likuidasi agunan, perlu perlu diingat bahwa hak kepemilikan harta yang digunakan adalah tetap milik debitur.

E.  FAKTOR PENENTU PEMBIAYAAN
Risiko pembiayaan atau biasa disebut dengan risiko kredit sebagai resiko timbulnya kerugian yang terkait dengan kemungkinan bahwa caunterprty (nasabah kredit) akan gagal memenuhi kewajiabnanya.pemberian kredit yang buruk secara konsisten sangant mungkin terjadi, namun dapat diatasi apabila bank menerapkan kewajiban perkreditan yang sehat. Bank konvensional dengan menyalurkan kreditnya selalu mempertimbangkan dan meminimalisirterjadinya resiko kredit. Dalam kasus lembaga keuangan islam dimana pinjaman (kredit) diganti dengan investasi dan kerjasama,maka manajemen risiko kredit menjadi lebih kritis, karakter yang berbeda dalam instrumen keuangan yang dipraktekan dalam bank islam, antara lain:
Dalam kasus transaksi  Murabahah. bank islam terbuka dengaan risiko kredit, manakala bank islam telah memberikan produk (barang) dan saat akan diserahkan kepada nasabah ternyata nasabah tersebut menolak, dalam hal ini bank tertimpa risiko harga dan risiko pasar.
Dalam kontrak (akad) Istisna dan As-salam. Bank menghadapi risiko untuk menyediakan barang secar tepat waktu, atau kegagalan untuk menyediakan barang sesuai dengan kualitas yang diperjanjikan dalam kontrak. Kegagalan juga dapat terjadi dalam penundaan dan kegagalan pembayaran atau pengiriman barang.[7]
Dalam kasus investasi Mudarabah. Ketika bank islam memasuki akad mudarabah sebagai shohibul mal (principal) denagn pihal mudarib (agent). Bank islam menghadapi risiko ketika dan diserahkan kepada mudarib untuk suatu proyek tertentu. Akad mudarabah tidak memaberikan hak secara penuh untuk memonitor nasabah atau berpartisipasi dalam manajemen proyek, dimana pembuatan penilaian dan manajemanrisiko kredit dirasakan sulit.
Manajemen risiko kredit dalam bank islam lebih kompleks dan lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal. Adalam masalah kegagalan nasabah , bank islam dilarang membebankan bunga atau memaksakan adanya pinalty atau denda, kecuali ada kasus yang disebabkan penundaan yang disengaja. Hal ini dapat disalahgunakan oleh nasabah. Selama penundaan, modal bank tidak produktif dan investor (shohibul mal) tidak mendapatkan pendapatan. Contoh lainya dimana saham bank dalam permodalan diinvestasikan melalui mudarabah dan musyarakah yang diubah kedalam debt obligation (hutang jangka panjang) dalam kasus ini kealpaan telah terbukti dari pihak mudarib. Sebagai hasilnya, ketentuan pengkoveran hutang diterapkan dimana ada perbedaan diantara aturan mudarabah dengan musyarakah.
Tehnik mitigasi risiko yang digunakan dalam bank islam untuk resiko kredik tidak berbeda banyak dengan konvensional. Mengukur resiko dapat digunakan dengan menggunakan kualitas data yang pada masa lalu yang dimiliki nasabah dan menentukan kemungkinan kegagalan. Penggunaan jaminan dan perjanjian  sebagai pengan pada risiko kredit adalah praktek yang umum baik dalam bank konvensional maupun bank islam. Bank dapat meminta nasabah untuk menambah jaminan sebelum masuk dalam transaksi mudarabah.[8]
Contoh lain risiko dalam pembiayaan dibank islam serta mitigasinya antara lain:
1.    Akad Pembiayaan Murabahah
Adalah pembiayaan berupa transaksi jualbeli barang sebesar harga perolehan barang ditmabh margin keuntungan yang disepakati para pihak (penjual dan pembeli). Besar margin keuntungan dinyatakan dalam bentuk nominal atau dalam bentuk presentasi harga  pembelianya.
Resiko yang mungkin timbul :
Tidak bersaingnya imbal bagi hasil bagi pihak shohibul mal (pemilik dana), khusunya untuk pembiayaan yang memiliki jangka waktu cukup panjang. Penyebabnya antara lain :
-Kenaikan DCMR (Direct Competitor’s Market Rate)
-Kenaikan ICMR (Indirect Competitor’s Market Rate)
-Kenaiakan ECRI (Expected Competitive Rate For Investor)
Solusi meminimalir resiko:
Menetapkan jangka waktu maksimal untuk pembiayaan murabahah dengan mempertimbangkan:
a.       Tingkat margin keuntungan yang dapat berubah setiap waktu.
b.      Suku bunga kredit saat ini dan prediksi perubahannya pada msa mendatang yang berlaku dipasar perbankan konvensional.
c.       Ekspektasi bag hasil kepada dana pihak ketiga yang kompetitif (ECRI) diperbankan syariah. Semakin besar perubahan ECRI yang diperkirakan terjadi, semakin pendek jangka waktu maksimal pembiayaan.[9]
2.    Akad Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
Akad mudharabah merupakan akad transaksi berbasis investasi atau penanaman modal pada satu usaha kegiatan tertentu. Bank dan nasabah menjalin kerjasama atas suatu usaha atau proyek. Dalam kerjasama itu bank menyediakan modal dan nasabah menyediakan keahlian untuk mengejakan proyek tersebut. Pembagian hasi usaha ditentukan berdasarkan nisbah atau porsi bagi hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Contok pembiayaan mudharabah antara lain pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi. Pembiayaan musyarakah merupakan pembiayaan dengan transaksi penanaman modal dari bank kepada nasabah selaku pengelola untuk mengelola suatu proyek dengan pembagian hasil usaha ditetapkan berdasakan nisbah atau porsi bagi hasil yang telah disepakati sebelumnya.
Penilaian resiko akad mudharabah dan musyarakah meliputi:
a.       Business Risk (risiko bisnis yang dibiayai)
b.      Shrinking Risk (risiko berkurangnya pembiayaan mudharabahh)
c.       Character Risk (risiko karakter buruk mudharib)
3.    Akad Pembiayaan Ijarah dan IMBT
Akad pembiayaan ijarah merupakan transaksi pemanfaatan hak guna tanpa disertai pemindahan kepemilikan atau biasa disebut dengan sewa menyewa. Sedangkan IMBT merupak transaksi sewa menyewa namun pada akhir akad ada perjanjian untuk mamberi barang tersebut.
Critical point ijarah :
a.       Penyerahan barang dilakukan diawal
b.      Pembayaran dengan angsuran tetap dalam jangka waktu tertentu
c.       Tidak ada pemindahan kepemilikan.
Critical point pembiayaan IMBT :
Ketidakmampuan nasabah membayar angsuran dalam jumlah besar di akhir kontrak menggunakan metode balloon payment.

Resiko yang mungkin timbul :
a.       Jika barang adalah milik bank, timbul risiko asset yang tidak produktif jika tidak ada yang menyewa.
b.      Jika barang bukan milik bank maka timbul risiko barang rusak  oleh nasabah karena pemakaian tidak normal
c.       Dalam hal tenaga kerja yang disewa bank kemudian disewa oleh nasabah, timbul risiko karena pemberi jasa tidak baik performanya.
Solusi untuk meminimalisir risiko :
a.       Risiko yang timbul karena ketiadaan nasabah merupakan risiko yang tidak dapat dihindari
b.      Untuk risiko barang rusak  oleh nasabah karena pemakaian tidak normal, bank dapat menetapkan covenant ganti rugi atas kerusakan barang yang dikarenakan pemakaian tidak wajar
c.       Untuk risiko yang timbul karena pemberi jasa tidak baik performanya, bank dapat menetapkan covenant  bahwa risiko tersebut merupakan tanggung jawab nasabah karena pemberi jasa dipilih sendiri oleh nasabah.
d.      Untuk IMBT dapat dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu sewa.[10]

F.   PROVISI RISIKO PEMBIAYAAN
Kebijakan provisi digunakan untuk mengakui adanya potensi kerugian pembiayaan yang muncul. Provisi ini lazimnya dibentuk pada dua kondisi, yakni pada waktu pembiayaan dikategorikan sebagai tidak lancar dan diprediksi gagal bayar. Dasar pengelompokkan kualitas gagal bayar seharusnya tidak hanya melihat tingkat kolektibilitas debitur saat ini, namun juga didasarkan atas berbagai faktor yang memengaruhi kemampuan membayar. Berbagai faktor tersebut adalah faktor demografi debitur, seperti usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman bisnis. Faktor keberlangsungan bisnis, seperti profitabilitas, likuiditas, solvabilitas, struktur biaya, efisiensi dan perputaran usaha. Factor industry dan makro-ekonomi seperti tingkat persaingan usaha, struktur pasar, ketersediaan pasokan, dan saluran distribusi, inflasi, tingkat pengangguran, pendapatan per kapita, siklus bisnis, dan ekonomi, pendapatan nasional, pertumbuhan penduduk, dan struktur piramida penduduk. Kestabilan politik dan kepastian hukum. Bahkan termasuk juga pergerakan ekonomi global, seperti  fluktuasi harga minyak dunia, perang antar negara, terorisme, dan sebagainya.
Kategori kualitas pembiyayaan
PPAP yang diminta
Lancar
1% dari total pembiayaan berkategori lancar.
Dalam perhatian khusus
5% dari total pembiayaan berkategori dalam pengawasan khusus.
Kurang lancer
15% dari total pembiayaan berkategori kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan.
Diragukan
50% dari total pembiayaan berkategori diragukan setelah dikurangi nilai agunan.
Macet
100% dari total pembiayaan berkategori macet setelah dikurangi nilai agunan.
Khusus untuk pembiyayaan ijarah
Minimal 50% dari kewajiban pembentukan PPAP untuk kategori dalam perhatian khusus, kurang lancar,  diragukan, dan macet.

            Akun cadangan penyisihan piutang tidak tertagih dan beban penghapusan piutang tidak tertagih, provisi diistilahkan sebagai penyisihan penghapusan asset produktif. PPAP merupakan modal yang harus dbentuk berdasarkan penggolongan kualitas pembiayaan. Pembentukan PPAP ini adalah untuk menghindarkan bank dari potensi kegagalan bisnis jika debitur benar-benar gagal bayar. Kondosi ini akan memaksa bank mengambil pilihan untuk (i) meminjam kepihak ketiga, (ii) meminta fasilitas likuiditas jangka pendek ke BI, (iii) mengoptimalkan pasar uang antar bank syariah, (iv) meminta tambahan modal dari investor, atau (v) menjual surat berharga yang dimiliki.
            Bank seharusnya mendistribusikan pembiayaan lancar yaitu kelompok lancar dan dalam perhatian khusus dan tidak lancar yaitu kelompok kurang lancar, diragukan, dan macet.


G. LIMIT PEMBIAYAAN BERDASARKAN RISIKO
            Pemeringkat debitur adalah tersedianya alat mitigasi risiko pembiayaan yang andal, dan sekaligus sebagai alat diversifikasi portofolio pembiayaan, sistem limit pembiayaan dapat digunakan untuk membentuk portofolio dengan jumlah pembiayaan yang besar dengan ekspektasi kerugian yang hamper sama. Dimana ekspektasi kerugian dapat dihitung sebagai perkalian antara probabilis gagal bayar dan nilai pembiayaan setelah dikurangi agunan dan jaminan. Limit pembiayaan untuk individu debitur harus ditetapkan pada tingkat yang berbanding terbalik terhadap probabilitas gagal bayar debitur. Selanjutnya, bank Islam dapat melakukan improvisasi dengan mengkaitkan strategi pemberian limit lebih besar pada debitur dengan peringkat lebih tinggi dan jauh tempo  pembiayaan yang lebih rendah.
Dalam concentration limit menejemen bank harus menetapkan ketentuan  yang tegas atas jumlah maksimum pinjaman yang dapat diberikan kepada individual borrower atau sektor tertentu. Biasanya bank menetapkan besaran dari concentration limit dengan mengurangi exposure-nya pada bidang industri tertentu dan menaikan jumlah exposurea-nya pada bidang industri lainya.[11]

H.  RISIKO KONSENTRASI PORTOFOLIO PEMBIAYAAN
Strategi diversifikasi digunakan untuk meminimalkan risiko portofolio. Penerapan kebijakan sistem limit pembiayaan, meliputi (i) limit nilai pembiayaan individu debitur untuk mengontrol ukuran eksposur portofolio pembiayaan, (ii) limit jangka waktu pembiayaan dari individu debitur, (iii) limit nilai pembiayaan terkait kategori peringkat debitur, (iv) limit konsentrasi industri dan geografis untuk menghindari risiko terjadinya gagal bayar sistematis.
Untuk mengola risiko portofolio pembiayaan, dengan menciptakan portofolio terdiversifikasi, dibutuhkan suatu ukuran tunggal yang mencerminkan nilai pembiayaan, jauh tempo, kualitas pembiayaan dan risiko sistematis secara bersamaan. Kontribusi risiko suatu eksposur pada portofolio pembiayaan dapat didefinisikan sebagai pertambahan efek pemilihan tingkat persentil dari distribusi kerugian ketika dieksposur tersebut dihilangkan dari portofolio saat ini. Kontribusi risiko ini memiliki beberapa sifat, yaitu;
1.    Total kontribusi risiko setiap individu debitur adalah sama dengan risiko keseluruhan portofolio.
2.    Kontribusi risiko memberikan pengaruh perubahan pada portofolio yang diukur, seperti mengeluarkan atau menambahkan suatu eksposur.
3.    Secara umum, portofolio pembiayaan dapat secara efektif dikelola dengan focus pada beberapa debitur yang memiliki proporsi risiko yang signifikan namun nilainya relative kecil pada eksposur portofolio pembiayaan.

Dengan dihilangkannya sejumlah debitur yang memiliki eksposur kerugian yang kecil dengan kontribusi risiko tertinggi, akan menggeser distribusi kerugian portofolio ke kiri. Pengaruhnya afalah makin kecilnya potensi kerugian dan jumlah modal minimum yang harus dicadangkan.
Membuat kebijakan limitasi konsentrasi akan berkolerasi positif terhadap limitasi risiko. Dan ini sekaligus merupakan teknik yang ampuh untuk mengendalikan risiko gendutnya ekor distribusi kerugian (fat tail risk).
Tagiahan yang termasuk dalam fortofolio ritel yaitu bobot tagihan yang termasuk ritel dikenakan bobot risiko 75% ketika memenuhi kriteria berikut :
1.    Kriteria orienratasi (orientation criterion) yaitu eksposur terhadap perseorangan atau sekelompok orang atau perusahaan kecil yang memiliki kekayan bersih maksiamal Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 miliar.
2.    Kriteria produk ( product criterion) eksposur dalam bentuk sebagai berikut: revolving credit dan fasilitas kredit (termasuk kartu kredit dan cerukan), kredit perorangan (personal term loans) dan sewa guna usaha (misal cicilan kredit dan lain lain), serta fasilitas dan komitmen bagi usaha usaha kecil. Surat berharga misalnya obligasi dan saham.
3.    Kriteria granulariti (granularity criterion). Otoritas pengawas harus meyakini bahwa fortofolio ritel sudah cukup terdiversifikasi hingga dapat mengurangi risiko dalam fortofolio dan memberikan bobot risiko 75%. Satu cara untuk mencapainya dalah dengan menetapkan batas dimana secara agregat tidak ada eksposur bagi satu debitur yang boleh melebihi 0,2 % dari keseluruhan fortofolio ritel.
4.    Eksposur individual bernilai rendah (low value of individual exposure) menurut basel II, jumlah maksimum tagihan ritel secara agregat yang diperbolehkan bagi satu debitur tidak boleh melebihi Euro 1 Juta. Eksposur individual bernilai rendah sesuai batasan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ditetapkan maksimal Rp 5 miliar.[12]
I.     PENGELOLAAN PORTOFOLIO PEMBIAYAAN
Bagaimana investor dan direksi dapat memandang risiko dan mentransformasikannya kedalam visi, misi, dan nilai yang harus dipegang sangat menentukan area risiko mana yang akan menjadi focus pengolaan. Divisi pembiayaan seharusnya lebih dulu melihat pada sudut pandang total portofolio. Portofolio, yakni tingkat imbal hasil, tingkat risiko serta pola arus kas yang diharapkan, perlu didefinisikan terlebih dahulu. Profil yang diharapkan inilah yang akan menjadi petunjuk arah dalam membentuk portofolio. Tahapan iniakan menentukan berbagai kebijakan pembiayaan, seperti limit per akad pembiayaan, besar dan periode cicilan untuk memenuhi profil pola arus kas, tingkat risiko per akad yang dibolehkan, dan tentunya tingkat margin atau imbal hasil yang bisa diharapkan dari berbagai kendala yang ada.
Pengelolaan risiko portofolio pembiayaan merupakan fungsi turunan dari filosofi manajemen risiko yang dibagun oleh manajemen puncak. Bagaimana investor dan direksi memandang risiko dan mentransformasikan ke dalam visi,misi dan nilai yang dipegang ini sangat menentukan area risiko mana yang akan menjadi focus pengelolaan.
Portofolio pembiayaan bank islam terdapat berbagai akad pembiayaan yang masing-masing memiliki karekteristik dan proses bisnis yang sangat berbeda. Perbedaan ini menyebabkan factor penentu risiko dan titik waktu dimana risiko tersebut mungkin akan menjadi juga berbeda. Meski demikian divisi pembiayaan seharusnya lebih dulu melihat pada sudut pandang total portofolio. [13]







BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Bank islam berfungsi menyalurkan dana dari pihak yang mempunyai kelebihan kepada pihak yang membutuhkan dana. Dalam hal ini bank berperan sebagai pengelola risiko karena bank mengambil risiko dari masyarakat, mentransformasi dan kemudian meletakkannya pada produk dan jasa yang diberikan. Di bank islam untuk mengelola risiko pembiayaan dapat dilihat dari karakteristik debitur dan karakteristik akad pembiayaan. Pada dasarnya risiko pembiayaaan merupakan kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya. Dalam risiko pembiayaan rahn dan kafalah berperan sebagai agunan untuk menghindarinya terjadinya gagal bayar.
 Terdapat beberapa faktor penentu risiko pembiayaan, diantaranya : akad Qardhul hasan, akad jual beli muajjal, akad jual beli salam, akad jual istishna’ dan akad ijarah. Untuk menentukan pemberian pembiayaan kepada para UKM dibutuhkan lembaga pemeringkat independen yang bertugas menilai kelayakan usaha calon debitur. Untuk menghindarkan bank dari potensi kegagalan bisnis jika debitur benar-benar gagal bayar dibentuklah suatu provisi (PPAP).
Dalam memberikan limit pembiayaan bank mempertimbangkan risiko-risiko yang akan terjadi. Untuk mengelola risiko portofolio pembiayaan dibutuhkan suatu ukuran tunggal yang mencerminkan nilai pembiayaan, jatuh tempo, kualitas pembiayaan dan risiko sistemis secara bersamaan. Untuk meminimalisir risiko pembiayaan, pihak bank islam sebaiknya berkerja sama dengan berbagai lembaga terkait seperti: penggadaian dan lembaga pemeringkat independen.




[1] Ismal, Perbankan Syariah,(Jakarta: Prenadamedia,2011), hlm 39-41.
[2] Ibid., hlm. 43.
[3] Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Press, hal. 160
[4] Adiwarman,  A Karim, Bank Islam : Analisa Fiqh dan Keuangan , (Jakarta: RajaGrafindo persada, 2014) . hal 260
[5]Ibid., hlm 262.
[6] Ibid., hlm. 264
[7] Armanto wicaksono, “Manajemen Risiko dalam Perbankan Syariah, dalam jurnal Keuangan dan Bisnis Vol. 1 NO. 01 Tahun 2011, hlm. 5
[8] Ibid.,hlm. 6.
[9] Adiwarman A. Karim, Bank Islam ., hlm. 96
[10] Ibid., hlm. 99
[11] Masyud Ali, Manajemen Risiko, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 260
[12] Ferry N. Idroes, manajemen risiko perbankan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008), hlm. 86-87.
[13]Enny puji A., dikutip  http://nuansaekonomisyariah.blogspot.co.id/2016/05/manajemen-risiko-bank-syariah.html diakses tanggal 11 september 2017 12:12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar